The Greatest Battle-Mate


— R&B: Life, Live, Love
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love
The Greatest Battle-Mate
Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi
Il Gran Premio motociclistico d'Italia 2005
Massimiliano Biaggi dan Valentino Rossi jarang sekali terlibat obrolan hangat. Sebaliknya mereka biasa saling mengejek dan menjelekkan dengan cara apa pun. Rossi sebenarnya tak membencinya. Mereka memang bukan dua orang sahabat, walakin rasa tak suka adalah hal yang berbeda, dan itu sangat mencerminkan hubungan mereka berdua.

Tak bisa dielakkan lagi kalau hal itu akibat dari cara mereka mencari penghasilan, juga kenyataan adanya persaingan untuk selalu menang dalam setiap kesempatan. Bisa jadi juga hal itu karena mereka memiliki kepribadian yang berbeda dan pandangan yang tak sama dalam merasakan sesuatu.

Walau demikian, Rossi tak setuju itu menjadi alasan mereka saling membenci seperti yang sering diberitakan para wartawan. Berdasarkan wataknya, Rossi baru akan benar-benar membenci seseorang kalau orang tersebut melakukan tindakan yang lebih buruk dari yang Biaggi pernah lakukan.

Misalnya, kalau ada yang mengkhianati persahabatan, barulah Rossi akan membencinya. Namun, Biaggi tak akan mengkhianati persahabatan mereka karena mereka bukan dua orang sahabat. Hubungan mereka sudah jelas: Mereka bersaing di trek balapan, di luar itu lain lagi ceritanya. Sebagian orang bisa mengatakan mereka baik-baik saja. Tak selalu sebaik itu sebenarnya, karena mereka pernah harus berkelahi betulan.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love
The 2000 Australian motorcycle Grand Prix
Hal itu terjadi di Barcelona tahun 2001, tahun saat hubungan mereka memburuk. Komentar pedas dan sedikit cemooh menjadi bahan utama perseteruan, lalu saat Rossi ikut kelas 500 cc, persaingan mereka terbawa hingga di trek balapan. Mereka berusaha saling memancing emosi.

Siapa yang memulai? Rossi-lah yang kali pertama memulainya. Namun, Biaggi-lah yang tak mau menghentikannya, bahkan semakin sengit. Rossi memang dikenal sebagai orang yang suka berbuat onar, suka berkelahi, fisik maupun nonfisik. Watak semacam itu timbul terutama karena saat mengawali karier di kejuaraan dunia, Rossi selalu memanasi-manasi Biaggi. Dan waktu itu, Biaggi adalah pebalap yang tak terkalahkan, rajanya balap motor, sementara Rossi bukan siapa-siapa.

Lucunya, beberapa tahun sebelumnya, saat umur Rossi empat belas tahun, di kamarnya terpampang poster Biaggi. Salah satu dari sekian banyak poster di kamar Rossi adalah poster Biaggi dengan Honda 250 cc-nya. Tak ada yang aneh sebenarnya, Biaggi orang Italia dan Rossi suka semua pebalap Italia. Selain itu, ia adalah pebalap yang agresif dan Rossi selalu salut dengan pebalap-pebalap yang agresif. Namun, waktu itu Rossi belum kenal dekat dengannya.

Hanya mendengar wawancara dan membaca beritanya di koran, semua itu menjadikan Rossi berpendapat lain tentang Biaggi. Biaggi, tak jadi soal apa pun yang terjadi, tak mau disalahkan, yang salah pasti motor atau rodanya. Begitu Rossi ikut kejuaraan dunia, Rossi mulai berani bicara tentang pribadinya.

Dalam salah satu wawancara, Rossi mengatakan kalau Rossi tak suka Biaggi, Rossi sangat antipati terhadapnya. Rossi merasa tak ada masalah waktu itu, mungkin belum saja. Namun, komentar Rossi dimanipulasi para wartawan dalam berita utama mereka untuk menciptakan sebuah kesan permusuhan sehingga laku keras korannya.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love.
The 2004 French motorcycle Grand Prix
Kesan permusuhan itu sengaja dibuat semata demi sensasi dari dunia sirkuit. Jadi sebenamya, permusuhan mereka dipicu oleh berita di koran. Perseteruan sengit itu memang memuat berbagai kepentingan. Kepentingan penggemar, media massa, juga dunia balapan umumnya. Dengan demikian, mereka bisa menjual berita, lembar demi lembar, dan memancing rasa penasaran para penggemar dunia balapan.

Rossi memang kurang diplomatis dalam menyampaikan seperti apa pribadi Biaggi itu, namun semua berubah begitu cepat. Tahun 1999 di Malaysia, di Sepang tepatnya, Rossi terjatuh sangat parah dari motor 250 cc-nya. Motornya rusak berat dan Rossi mesti berjalan menuju pit-nya. Lalu tiba-tiba Biaggi melintas dan berhenti beberapa meter di depan Rossi.

Ayo naik! ujar Biaggi, dengan kepala mengangguk.

Rossi menerima tawarannya dan dibawanya Rossi ke pit. Waktu itu Rossi memang masih naif. Rossi berpikir niat Biaggi baik, niat yang tulus. Namun, peristiwa itu dibelokkan pers seolah Rossi tak pernah berterima kasih atas kebaikannya. Seolah para wartawan itu mengatakan: Coba lihat, Biaggi menolong Rossi dan membantunya menuju pit, lalu sekarang Rossi seenaknya saja memperlakukan Biaggi seperti sampah.

Rossi memandangi lembar koran yang terkesan mengada-ada. Rossi mesti mengatakan yang sebenarnya, setidaknya demikianlah keinginannya. Benar-benar suatu kesalahan. Rossi mulai menyadari mungkin tak perlu jujur, setidaknya dalam dunia balapan. Namun, Rossi memang seperti itu. Rossi cenderung mengatakan apa saja yang dirasakannya. Rossi masih yakin sikap itu baik, walakin kemudian Rossi menyadari kalau jujur bisa jadi sikap yang buruk.

Biaggi digandrungi banyak orang di pertengahan tahun 1990. Dia selalu nomor satu dalam segala hal, di mata pers Italia. Rossi bisa mengerti kemudian bagaimana jengkelnya dia waktu mendengar komentar pebalap pendatang baru yang merendahkan nama besarnya. Namun, saat itu Rossi masih berumur 17 tahun dan tak peduli apa pun juga.

Awal konflik ‘resmi’ mereka bermula saat berlangsungnya Grand Prix Malaysia tahun 1997. Tahun kedua keterlibatan Rossi dalam kejuaraan dunia. Mereka bertarung di sirkuit Shah Alam, di pinggiran kota Kuala Lumpur. Hari Sabtu, Rossi memenangi pole position, Minggu Rossi berhasil menang di kelas 125 cc, sementara itu Biaggi menang di kelas 250 cc.

Biaggi sedang merintis kariernya dengan Honda setelah memenangi tiga gelar juara dunia dengan motor Aprilia, dan sedang dalam masalah dengan tim Noale, akibatnya kemenangannya menjadi berita besar di Italia. Dan media juga mulai melirik Rossi.

Apa kamu ingin menjadi Biaggi versi 125 cc? tanya wartawan kepada Rossi.
Tahu persis kalau pertanyaan itu akan mendatangkan kontroversi, apa pun jawaban yang akan Rossi berikan, putra Graziano dan Stefania inipun berceloteh ringan.
Maaf, sepertinya justru dialah yang bermimpi ingin menjadi Rossi dengan motor 250 cc-nya. ujar Rossi, memanaskan situasi.
Para wartawan suka dengan komentar itu dan berlalu dengan berita itu. Akibatnya terjadilah perseteruan, karena Biaggi merasa tersinggung.

Selesai balapan di sana, mereka berangkat ke Jepang. Sehari sebelum uji coba, Rossi nongkrong di salah satu restoran di Suzuka, ditemani beberapa wartawan Italia. Lalu muncullah Biaggi, kemudian begitu ia melihat Rossi, ia berjalan mendekati Rossi seolah hendak mengintimidasinya.

Sebelum berkomentar tentang diriku, sebaiknya cuci dulu tuh mulutmu!” Ujar Biaggi.
Untuk sementara waktu, Rossi tenang saja, menjadi anak baik dan tutup mulut. Biaggi-lah yang mulai mencari gara-gara. Waktu itu Rossi masih berumur 18 tahun, sementara Biaggi sudah 26 tahun. Dari peristiwa itulah semuanya menjadi semakin parah kemudian.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love.
The Miracle Birth Moment at Welkom 2004
Pada awal musim balapan tahun 2000, saat musim dingin tiba, Rossi sudah bisa ikut kelas 500 cc, lalu Biaggi dalam sebuah wawancara mengatakan, Rossi bersama orang-orang dewasa sekarang, ia maju di kelas 500 cc, ia harus bisa bersaing dengan para pebalap sungguhan sekarang.

Biaggi mungkin sudah lupa akan catatan waktu Rossi di kelas 250 cc, saat dia bertarung dengan lawan-lawan imajinatif-nya. Biaggi lalu menambahkan, Sekarang dia mesti mencopot dan menyimpan semua barang-barang mainannya ke lemari, karena dia bukan badut kecil lagi saat ini.

Rossi merasakan hubungan mereka tak pernah berubah. Menjelang tahun 2001, semuanya menjadi makin kacau. Mungkin karena semua orang berharap hanya mereka berdua yang bersaing memperebutkan gelar juara. Hanya mereka berdua saja, Biaggi dan Rossi.

Di Suzuka, Biaggi sempat menyikut Rossi sembari melesat 220 km/jam. Tindakan yang benar-benar kasar, tak akan bisa dimaafkan. Suzuka bukan sirkuit untuk main-main. Treknya sangat berisiko meski para pebalap berhati-hati sekalipun, eh... ini malah main-main menyikut seseorang dengan kecepatan 220 km/jam. Trek Suzuka sangat cepat sepanjang jalurnya. Trek tikungan tajamnya memang sengaja dirancang menurun tajam.

Biaggi berada di depan Rossi begitu mereka tiba di tikungan tajamnya. Dia tak ingin membiarkan Rossi menyalipnya begitu keluar dari jalur berbentuk S itu, sehingga dia tak mengerem sama sekali motornya karena takut Rossi akan mencuri kesempatan mendahuluinya.

Dengan cara menunda pengereman tadi, dia berharap bisa mengunci Rossi. Sebaliknya, Rossi malah bisa memotongnya, lalu membuka kunciannya, kemudian lepas melesat. Rossi bisa melakukan manuver itu karena Biaggi terlalu lama menunggu mengerem motornya sehingga mengalami kesulitan begitu keluar dari lintasan S tersebut. Kemudian, begitu berada di jalur lurus, Rossi nyaris mendahuluinya.

Tentu Biaggi mendengar raungan mesin Rossi datang dari samping. Begitu Rossi menempel di sisinya, dia memandang Rossi, lalu menyikutnya. Rossi selalu yakin dia melakukan itu agar Rossi terhempas ke luar lintasan. Rossi masih bisa mengendalikan diri, namun untuk meluncur cepat pada jalur lurus berumput itu, apalagi dengan kecepatan 220 km/jam, bukanlah hal yang mudah karena gampang tergelincir jatuh kalau kehilangan kendali.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love
The 2001 Japanese motorcycle Grand Prix
Rossi memang kalah dalam beberapa kesempatan, namun satu-satunya yang dia pikirkan adalah rasa marahnya atas apa yang telah diperbuatnya dalam kecepatan tinggi seperti itu. Dalam balapan, semua pebalap boleh agresif, walakin tak boleh membahayakan liyan.

Rossi masih berusaha untuk tetap tenang. Setelah kejadian yang memompa adrenalin tadi, ditambah lagi aliran cepat darah ke otaknya, Rossi kembali ke trek balapan, melewati beberapa pebalap lainnya, dan tiba-tiba sudah berada di belakang Biaggi.

Rossi menyalipnya pada salah satu tikungan tajam ke kanan, begitu keluar dari jalur itu, Rossi melepaskan tangan kirinya dari setang yang ia pegang, lalu ia acungkan jari tengahnya ke arah Biaggi. Itulah cara Rossi mengatakan kepada Biaggi betapa jengkelnya Rossi atas apa yang tadi diperbuat Biaggi.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love
The 2001 Japanese motorcycle Grand Prix
Rossi memenangi balapan itu; begitu lepas mendahuluinya, Rossi sudah mantap tak akan mengalah sedikit pun kepadanya. Namun, kontroversi masih berlanjut di garis finish.
Memangnya apa salahku? ujarnya begitu Rossi mulai beradu mulut dengannya.
Nggak merasa salah? Tadi ‘kan kamu menyikutku saat melaju 200 km/jam! teriak Rossi.
Kamu ngomong apa sih?" tanyanya.
Hei, lain kali nggak usah berbuat seperti itu lagi, tembak aja aku pakai pistol, balas Rossi, “biar lebih cepat selesai urusannya.

Kejadian itu berlanjut hingga saat berada di ruang jumpa pers. Ketegangan mereka kian memuncak di sana. Kemudian mereka keluar sendiri-sendiri.

Hari itu, seperti yang telah terjadi, Rossi merasa tak ada yang salah dengan apa yang ia lakukan tadi. Memang benar, tindakan mengacungkan jari tengah tidaklah sopan, namun hal itu terjadi karena Rossi menganggap Biaggi telah membahayakan nyawanya. Akibatnya, Rossi menjadi begitu tegang dan geram. Sepertinya, insiden itu adalah salah satu pengalaman paling berkesan sepanjang kariernya.

Di sisi lain, pers Italia begitu antusias memberitakan insiden acungan jari tengah Rossi, juga intimidasi yang dilakukan Biaggi terhadapnya. Sebagian memberitakan kalau Rossi seperti orang kesetanan, seperti preman.

Moralitas semacam itu tidaklah pada tempatnya. Dua hal tersebut tak bisa dibandingkan begitu saja. Yang satu mungkin saja tidak sopan, namun tidaklah membahayakan jiwa. Alih-alih mempertanyakan apa perbuatan Biaggi sah atau tidak, apa ulahnya layak dikecam atau tidak, koran-koran sebaliknya malah mendramatisasi insiden acungan jari tengah’.

Mereka tetap saja menganggap tindakan Biaggi bisa diterima, dan Rossi-lah yang cenderung dikambinghitamkan. Mereka berdalih tindakan Biaggi didasari alasan demi keselamatan jiwanya. Sementara tindakan Rossi menyalipnya dianggap membahayakan Biaggi, sehingga Biaggi mesti bertindak cepat demi keselamatan dirinya. Hebat bukan?
 
The 2001 Japanese motorcycle Grand Prix
Itu tadi di Suzuka, awal musim balapan. Ketegangan serupa juga terjadi begitu tiba di Barcelona. Mereka saling bersengketa, baik di dalam maupun di luar sirkuit. Mereka bahkan sempat berdekatan satu meja, meski saling berseberangan.

Rossi memenangi tiga balapan awal: di Jepang (Suzuka), Afrika Selatan (Welkom) dan di Spanyol (Jerez). Sedangkan Biaggi menang di sirkuit Prancis. Saat di Mugello Rossi sempat terjatuh akibat trek yang basah, pada lap terakhir.

Biaggi menempati urutan ketiga dengan skor tinggi. Tak diragukan lagi kalau sirkuit Barcelona akan susah diprediksi. Hanya saja, Rossi tak mau berbuat kesalahan lagi.

Rossi masuk pole position. Sepertinya tak akan ada masalah berarti sepanjang balapan berlangsung. Ternyata Rossi salah. Rossi menciptakan kesalahan sendiri. Waktu start Rossi kurang mantap, sehingga baru mulai tikungan pertama saja Rossi terpaksa tertinggal di posisi kesepuluh, bergumul dengan pebalap-pebalap lain.

Gibernau berusaha menyalip Alex Criville yang juga berusaha bertahan supaya tidak terjatuh. Sialnya, Criville juga ingin mencuri peluang di sisi kiri Rossi. Akibatnya, mereka berdua saling beradu kecepatan berusaha mendahului, begitu selesai tikungan pertama, mereka baru sadar kalau yang terpenting adalah menjaga keseimbangan supaya tak jatuh.

Sekedar gambaran saja bagaimana kacaunya situasi waktu itu, begitu mereka berdua keluar dari tikungan itu, tiba-tiba saja Sabre telah berada di depan Rossi.
Sialan, kok jadi begini balapannya? ujar Rossi dalam hati, mengutuki dirinya sendiri, karena tak ada lagi yang bisa dia salahkan.
Walau demikian, Rossi tetap bertekad untuk menang dan tak ingin kalah hanya gara-gara salah start-nya. Setelah beberapa kali mengerem, tikungan demi tikungan, Rossi bisa melewati semua itu, satu demi satu hingga sampai pada Biaggi.

Akhirnya, Rossi bisa menyalipnya dengan mudah, namun Rossi membuat kesalahan pada salah satu tikungan yang menentukan. Rossi bergerak agak melebar, sehingga ada celah terbuka lebar yang dimanfaatkan Biaggi untuk menyalip Rossi. Begitu dua lap terlewati, Rossi baru bisa membalas menyalip Biaggi. Saat itu Rossi bertindak tepat. Biaggi telah tertinggal di belakang Rossi dan Rossi berhasil menang.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love.
The 2001 Dutch motorcycle Grand Prix
Balapan yang menakjubkan bagi Rossi, dan menyedihkan bagi Biaggi. Biaggi telah menuai kecerobohannya. Selesai balapan, mereka langsung berkumpul di dekat garis finish, di luar trek balapan. Di tempat itu, para pebalap biasa memarkir motor mereka. Biaggi tampak begitu jengkel, sementara Rossi begitu bahagia, senang sekali. Begitu senangnya sehingga Rossi langsung merayakannya bersama teman-temannya dan orang-orang yang ada di dekatnya.

Saat itu juga, tiga juaranya akan ditempatkan dalam ruang khusus oleh panitia lomba dan akan diumumkan saat acara penobatan juara. Waktu itu mereka bertiga ditempatkan dalam ruang yang dipadati ratusan orang, jauh lebih banyak dibanding yang diperbolehkan sekarang ini. Susunan acaranya juga mendadak berubah akibat insiden di Montmelo.

Rossi benar-benar dikerumuni banyak orang: Para mekanik, manajer, teman, dan kameramen. Semakin banyak orang yang datang, semakin terasa bisingnya suasana. Begitu Rossi melihat Gibo, sahabatnya sekaligus staf di timnya, langsung saja Rossi merayakan kemenangan. Kemudian, petugas Dorna mengatakan kepada mereka untuk bersiap naik podium. Mereka mesti naik podiumnya lewat tangga yang agak sempit.

Biaggi kelihatan ingin segera naik ke sana secepat mungkin, namun kerumunan orang itu merepotkannya. Jalannya terhalangi salah seorang kameramen, Biaggi berhasil melewatinya untuk mengejar Gibo yang telah di depan, membelakanginya. Lalu Biaggi dengan keras menyikutnya ke samping hingga bisa berada di depannya. Gibo berteriak marah karena merasa didorong keras lagi.
Apa-apaan nih? teriak Rossi begitu Biaggi naik tangga.
Oh, kamu mau juga ya? ujar Biaggi, berbalik ke arah Rossi.
Naik aja ke sini, masih banyak tempat kok!
Tunggu ya!ujar Rossi, menanggapi tantangan Biaggi.

Dan semuanya telanjur sudah. Rossi segera naik tangga itu. Biaggi menunggu di atasnya. Matanya merah penuh kemarahan. Lalu terjadilah baku tampar dan baku hantam. Orang-orang menjadi panik, Carlo Fiorani, yang waktu itu kebetulan menjadi manajer tim Rossi, bergegas memisahkan mereka.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love.
Massimiliano Biaggi with Yamaha YZR-M1
The 2001 Dutch motorcycle Grand Prix
Lalu insiden itu berakhir begitu panitia Dorna menarik mereka turun dari podium. Agak terlambat memang karena begitu mereka keluar dari kerumunan, mereka semua gemetaran dan tersengal-sengal, wajah memerah dan rambut acak-acakan. Namun, mereka mesti bisa tetap tenang.

Seusai acara pengumuman juara, mereka mesti menerima para wartawan. Mereka berdua berusaha keras untuk tetap tenang, seolah tak terjadi apa-apa. Begitu mereka mendekatkan diri pada mik, semua bisa melihat jelas muka mereka yang merah padam.
"Balapan yang berat ya?celetuk salah seorang wartawan, sembari menatap mereka berdua.
Oh, ya memang sangat berat! ujar Rossi sembari mengangguk. Sambil tertunduk dan sesekali mengangkat muka, Rossi berkata dalam hati, Lupakan saja soal balapan tadi, masalahnya kami baru saja berkelahi!

Tak seorang pun di ruangan itu yang sadar akan kenyataan itu. Mestinya sebagian dari mereka bisa merasakan adanya kejanggalan, karena Rossi dan Biaggi tadi membuat keributan. Namun, sepertinya mereka tak tahu apa yang telah terjadi.
Kenapa itu? salah seorang wartawan bertanya kepada Biaggi, sembari menunjuk tanda merah di pipinya.
Bekas digigit nyamuk. ujarnya cepat, singkat saja.

Jumps pers itu berlangsung lancar tanpa ada masalah, tak ada lagi yang bertanya tentang kondisi mereka, dan mereka juga tak ingin memancing perdebatan. Tak lama kemudian mereka, Biaggi dan Rossi, bersama manajer mereka masing-masing dipanggil oleh ketua panitia balapan. Rossi ditemani Fiorani, sementara Biaggi didampingi Lin Jarvis.
Oke, sekarang tolong ceritakan apa yang tadi sebenarnya terjadi, ujarnya kepada mereka.

Mereka ingin mendengar kejadiannya. Rossi dan Biaggi menceritakannya menurut versi masing-masing. Kemudian, mereka mengatakan kalau akan memutuskan apa ada konsekuensi hukuman bagi keduanya atau tidak, kalau ya sanksi apa yang akan keduanya terima. Lalu mereka meninggalkan Rossi, Biaggi, Fiorani, dan Jarvis, di ruangan itu. Mereka saling memandang dan diam seribu bahasa, tak ada yang berani membuka mulut. Situasi yang benar-benar aneh.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love.
Valentino Rossi with Yamaha YZR-M1
The 2004 South African motorcycle Grand Prix
Keheningan yang menyiksa di tengah ketegangan yang siap meledak. Tiba-tiba Fiorani mencoba meredakan ketegangan dengan mengajak Biaggi bicara tentang sepak bola.
Hmm...” guam Fiorani sebelum bertanya, “gimana penampilan Roma hari ini?
Mana kutahu! jawab Biaggi ketus, tanpa melihat ke arah Fiorani.
Wah, hebat kalau begitu! ujar Fiorani, kemudian hening lagi.

Rossi tak tahan untuk meledak tertawa, namun hal itu tak dia lakukan. Rossi berusaha menutupi rasa ingin tertawa itu. Supaya tak terdengar tawanya, Rossi sengaja menutup mulutnya rapat-rapat dengan tangan sehingga rahangnya juga tak bergerak sama sekali.

Ada apa dengan Biaggi? Masak sih tak tahu tentang kesebelasan AS Roma! Hari itu Roma menang meraih Scudetto. Rossi saja tahu hal itu. Rossi adalah tifosi Internazionale Milano sedangkan Biaggi adalag tifosi AS Roma. Bahkan pada hari itu, Biaggi naik podium dengan seutas kain berwarna merah-kuning di lehernya, warna kebesaran kesebelasan Roma dalam kejuaraan Seri A. Dan ketika Fiorani membuka percakapan, selendang itu masih dipakainya juga!

Jelas sudah kalau Biaggi memang tak berselera bicara dengan Fiorani, namun untunglah kebisuan suasana waktu itu segera berakhir begitu panitia datang siap dengan keputusan soal sanksi yang mungkin akan keduanya dapatkan.
Baiklah, kali ini kalian tak jadi mendapat sanksi apa pun, ujar mereka. Namun, jangan bilang hal ini kepada wartawan. Kita harus merahasiakannya. Kalau ada yang tanya, pura-pura saja tak tahu. Dan kali lain, jangan diulangi lagi ya!
Terirnakasih, Pak, ujar mereka berdua. Mereka sepakat tak akan membocorkannya kepada pers.

Sementara itu, para wartawan telah menunggu mereka di luar. Mereka bergerombol tak sabar seolah sedang haus berita baru dan anekdot. Mereka ingin cerita terbaru berikut komentar-komentarnya.

Sebenarnya, saat itu semuanya bisa jelas terlihat. Mereka memang sudah tahu apa yang terjadi, hanya saja tidak tahu persis detailnya. Kru RAI sendiri, yang kebetulan berada di dekat mereka, tak melihat apa-apa saat insiden itu terjadi, namun mereka sempat mendengar adanya keributan itu dan mereka punya rekaman kasetnya.

Well, kami hanya bertukar pandangan dan pendapat, dan mereka sedikit terbawa, itu saja, tak ada yang serius, ujar Rossi kepada pers. Dengan kata lain, Rossi mengatakan seperti yang telah dipesankan, Rossi pura-pura saja, menyembunyikan kejadian yang sebenarnya.

Biaggi, sebaliknya, justru mengatakan semuanya secara rinci. la mengatakan kalau Rossi telah mendorongnya, lalu menyerangnya. Dan untuk kesekian kalinya, Rossi lah yang menjadi pihak yang bersalah, semuanya kesalahan Rossi. Di mata pers Italia, Rossi tak ubahnya anak kecil yang tak bisa apa-apa selain berkelahi.

Peristiwa di Barcelona itu bukan satu-satunya alasan kuat berakhirnya hubungan baik Rossi dengan Biaggi. Kejadian paling merusak hubungan mereka adalah kejadian di Belanda, pada musim balapan berikutnya.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love.
Valentino Rossi, Manuel 'Sete' Gibernau Bultó, & Massimiliano 'Max' Biaggi
Tribute to Daijiro Kato 74
The 2003 South African motorcycle Grand Prix
Begitu tiba di Assen, Honda singkatnya memaksa mereka untuk saling memaafkan. Mereka menginginkan insiden di Barcelona dilupakan saja, selama-lamanya. Lalu mereka menjadwalkan pertemuan tempat Rossi dan Biaggi mesti berjabat tangan di depan semua orang. Itu berarti mereka sepakat berdamai di depan para wartawan dan fotografer.

Baik Biaggi maupun Rossi tak mau melakukannya. Namun, pihak panitia Dorna benar-benar ngotot bicara langsung hingga Rossi berkata dalam hati, Well, kalau mereka tetap memaksaku seperti ini, aku tak keberatan berjabat tangan dengannya supaya mereka senang dan tak mengganggu kami berdua lagi. Lagipula, kami bisa melanjutkan perseteruan itu diam-diam saja.

Saat Rossi menjabat tangan Biaggi, Rossi merasa agak kurang tulus. Biaggi sebaliknya begitu terlihat manis dan ramah dan mengatakan yang baik-baik begitu ada di depan pers, namun begitu tiba waktunya berjabat tangan, Biaggi bahkan tak menatap Rossi sama sekali. Terserahlah, tak terlalu penting juga, ujar Rossi dalam hati.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love
The 2001 Dutch motorcycle Grand Prix a duel to the end
Keesokan harinya, mereka berpapasan di trek balapan. Mereka kebetulan hanya berdua jalan kaki.
Hello! sapa Rossi.
Biaggi cuek saja.
Ya sudah, nggak apa-apa, ujar Rossi. Kalau memang itu yang kamu inginkan, kurasa selesai urusannya. Kita tak ada urusan lagi, kamu dan aku.
Dan begitulah akhirnya.

Waktu itu, Rossi berpikir itu bukan masalah berarti. Sesudahnya, mereka tak lagi berhubunganbaik, tak lagi dekat, tak ada yang banyak berubah. Rossi berpikir tak ada salahnya. Siapa yang bilang seseorang harus berhubungan dengan semua orang? Antipati wajar-wajar saja, itu sekadar perasaan manusia, dan bukan hanya di balapan saja.

Cukup lama mereka masih belum bisa berdamai. Mereka berdua sama-sama keras kepala. Meski Rossi pernah mengoloknya, Biaggi-lah yang paling banyak bicara, mengolok Rossi lebih banyak dibanding yang dilakukan Rossi terhadap Biaggi.

Tentu saja, di trek balapan mereka masih saling bermusuhan. Puncaknya terjadi pada tahun 2000 dan 2001. Benar memang kalau mereka berkelahi setelah itu, namun tak separah dan sesering yang terjadi dalam dua musim saat mereka balapan dalam kelas 500 cc.

Kadang kala hanya masalah sepele, kadang-kadang juga cukup serius. Sering kali mereka melakukannya demi mengintimidasi dan membuat marah yang lain. Biaggi selalu menjadi salah satu dari sekian pebalap yang tiba-tiba mendekat dengan kecepatan tinggi, hal yang tak diharapkan pebalap manapun, bahkan Biaggi sendiri.

Saat seorang pebalap sedang naik motor perlahan, mungkin karena sedang menuju pit, tiba-tiba Biaggi melesat menghampiri dengan kecepatan 200 km/jam. Biaggi selalu melakukan hal itu dan ia melakukannya terhadap semua orang, bukan hanya terhadap Rossi. Hal itu sangat menjengkelkan. Biaggi sangat suka melakukannya dengan cepat, terutama saat pebalap lain kembali dari uji coba lap-nya dan tak siap.

Di Donington, tahun 2001, Biaggi bahkan melakukannya saat Rossi mengitari lap dengan santai sehabis memenangi balapan. Rossi menang dan sedang merayakannya sembari duduk menyamping di atas motor, tiba-tiba saja Biaggi melesat kencang di samping Rossi.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love
The 2001 British motorcycle Grand Prix
Biaggi suka melakukan tindakan konyol itu, dan dia bukan satu-satunya pebalap yang menganggap provokasi semacam itu perlu. Masalahnya, tindakan bodoh seperti itu tak memengaruhi Rossi sama sekali. Mungkin menjengkelkan bagi pebalap lainnya, tidak bagi Rossi. Dan bisa Rossi buktikan hal itu padanya di Suzuka, di sana tak seorang pun bisa mengintimidasi Rossi.

Beberapa kali Rossi membuktikan hal itu saat melakukan uji coba. Sering kali Rossi tak memedulikannya, kadang-kadang Rossi menanggapi juga tantangan Biaggi. Dan sekali, selama musim tahun 2000, Rossi begitu senang bisa melakukannya. Mereka ada di Jepang, di Motegi. Setelah beberapa kali uji coba, Biaggi melakukan kebiasaannya: Begitu Rossi kembali ke pit, Biaggi mendadak melesat cepat ke arah Rossi.

Rossi tak membiarkan Biaggi lepas, kali itu Rossi menggeber gas motornya, lalu menyusul Biaggi. Biaggi berada agak jauh di depan Rossi. la berhenti karena ingin mencoba mekanisme start-nya.

Rossi mengurangi kecepatan, hingga turun netral, dan Rossi tak kedengaran, lalu diam-diam Rossi menghantam Biaggi dari belakang. Ban depan Rossi menabrak ban belakang Biaggi. Hantaman yang keras dan tak terduga. Motor Biaggi terputar, lalu Biaggi menatap Rossi.

Rossi diam saja, mengagkat tangannya, telapak tangan dibuka, lalu melambaikan ke arah Biaggi, seolah berkata daaa...dada sayaaaangggg”.

Biaggi berlalu dan Rossi mengikutinya. Di trek lurus, sebelum masuk terowongan, sekali lagi, Biaggi ingin menguji mekanisme start-nya, tanpa terganggu siapa pun. Rossi bergerak perlahan dan ... brakk! Rossi menabrak ban belakangnya sekali lagi, sama seperti sebelumnya. Biaggi terputar, lalu Rossi melambaikan tangan.

Biaggi tak bereaksi, mereka kembali ke pit dan begitulah kejadiannya. Bagi Rossi, kalau ada yang ingin bercanda, dengan senang hati akan ia tanggapi. Rossi bisa mengimbanginya, karena Rossi tak pernah menarik diri, baik di dalam atau di luar trek. Kalau Biaggi menikmati permainan itu, Rossi juga bisa memainkannya.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love
The 2004 Japanese motorcycle Grand Prix
Sepertinya Biaggi tak membatasi trik dan permainan di dalam trek saja. Dia juga suka melakukannya di paddock, dengan sekuternya. kejadian di Jerez tahun 2001, saat Rossi berboncengan satu sekuter dengan Alby (Alberto Tebaldi, sahabat Rossi) dan mereka mengambil satu kotak penuh fairings yang sudah dicat dari rumah.

Pada musim itu, fairing-nya dicat oleh Aldo Drudi dan Roby. Rossi membawa barang itu ke trek motorhome lalu diberikan kepada Jeremy Burges, yang menyuruh mekanik memasangnya. Berdua naik dalam sekuter saat itu cukup berbahaya. Rossi di depan membawa banyak barang dan asesoris.

Biaggi melihat mereka lalu mendekat dengan kecepatan tinggi. Dia begitu dekat, mereka oleng beberapa meter namun mereka tidak jatuh meski memegangi barang-barang itu. Mereka berhasil menghindari kemungkinan bahaya.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love.
Massimiliano 'Max' Biaggi, Valentino Rossi, & Loris Capirossi
Il Gran Premio motociclistico d'Italia 2005
Banyak pebalap yang suka permainan semacam itu. Rossi belajar dari Jorge Martinez. Dia dan Rossi adalah rival besar di kelas 125 cc. Martinez memang hebat juga cerdik. Ia punya banyak trik. Awalnya mereka saling membenci. Rossi baru mulai menghormatinya setelah Martinez pensiun. Martinez jauh lebih senior dari Rossi, Rossi hanya anak kecil yang belum berpengalaman, sementara Martinez seorang veteran yang sudah ubanan.

Salah satu hal yang paling Rossi benci dari permainannya adalah kebiasaannya menghalang-halangi Rossi pada lap cepat. Martinez akan melakukan apa saja untuk memblokir Rossi.

Pada kejuaraan Ducados Terbuka tahun 1995, mereka berada di Cartagena, beberapa penghalang setelah balapan bersejarah di Jerez, saat Rossi sempat memimpin, namun terpaksa ketinggalan lagi karena bannya copot. Martinez-lah yang menyelamatkan Rossi keluar dari trek, sebelum memenangi balapan.

Di Cartagena, mereka berdampingan dalam baris ketiga.
Martinez berkata, Oke, pelan saja, jangan sampai jatuh lagi ...
Akan kutunjukkan, ujar Rossi setengah berbisik.
Mereka memulai start dengan buruk. Mereka tertinggal, namun bisa bangkit lagi. Rossi berhasil menyalip tiga pebalap lain dan bisa memimpin setelah tiga lap. Beberapa saat kemudian, Rossi terjatuh dan Martinez akhirnya yang menang.

Balapan berikutnya di Misano, daerah Rossi sendiri. Rossi melakukan sama persis seperti yang pernah dilakukannya di Cartagena.
Semoga sukses ya!ujar Rossi, asal jangan sampai kebablasan.
Rossi mengatakan hal itu saat berada di garis start. Martinez memandang Rossi jengkel. Dan Rossi memenangi balapan. Tak ada lagi yang istimewa di sana.
 
The Greatest Battle-Mate — Valentino Rossi & Massimiliano Biaggi: Life, Live, Love. Eleonora Pedron
When Eleonora Pedron smile ...
K.Sb.Wg.181049.37.220716.23:42