— intan terabaikan riang menggelinjang
Hingar bingar pentas politik dan hiburan nyaris
membuat pentas keilmuan terabaikan oleh media massa dan media sosial. Mereka
yang berkecimpung dalam dunia keilmuan pun luput dari perhatian media arus
utama. Salah satunya adalah Yohanes Surya.
Nama lengkap dan gelarnya adalah, Prof. Yohanes Surya,
Ph.D. Seorang fisikawan asal Indonesia lulusan William and Mary College
Virginia, salah satu perguruan tinggi bersejarah di Amerika Serikat. Dia lahir
di Jakarta, 6 November 1963 dari keluarga keturunan Tionghoa dengan keadaan
perekonomian yang tidak mewah.
Yohanes menghabiskan masa belia di kampung, tepatnya
di Kampung Liok, Klender, daerah Pulogadung. Lingkungan yang demikian sempat
membuatnya belum tertarik ke dunia keilmuan, meski dia sudah menjadi kutu buku
sejak belia. Buku apapun suka dibacanya, terutama cerita silat.
Sejak belia
juga dia membantu ibunya membuat kue. Yohanes kecil sudah biasa bangun pukul 3
dinihari untuk membantu sang ibu mempersiapkan jajanan kue yang akan dipasarkan
siang harinya.
Yohanes
terbilang beruntung dalam hal pendidikan formal. Dia adalah satu-satunya anak
di keluarganya yang bisa mengakses pendidikan formal lebih tinggi. Tak ada
biaya adalah alasan utama. Yohanes yang menjadi anak bungsu, tertolong oleh
kakaknya yang mau membantu membiayai kuliahnya.
Pendidikan
formalnya dimulai di SD Pulogadung Petang II Jakarta Timur. Dan terus berlanjut
hingga jenjang tertinggi. Sesudah selesai di SMPN 90 Jakarta dan SMAN 12
Jakarta, dia berhasil masuk ke Universitas Indonesia.
Yohanes,
yang ketika kuliah di Universitas Indonesia (UI) jurusan fisika, sering menahan
lapar karena tak ada uang untuk makan siang di kampus, juga terbantu oleh
beasiswa dari Yayasan Supersemar.
Keterbatasan
di bidang ekonomi, dipakai Yohanes menjadi titik balik semangatnya. Ketika dia
melihat peluang mendapat beasiswa S2 di luar negeri, dia cepat-cepat mengurus
paspor, meski kemampuan bahasa Inggris masih sangat sedikit.
Yohanes
berpikir pasti akan ada jalan untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri kelak. Dugaannya
tepat. Di tahun 1985, ada dua profesor datang ke Indonesia untuk interview mahasiswa dari UI, ITB, UGM,
dan ITS.
Dari interview tersebut akan diambil
mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Mendengar kabar ini,
Yohanes yang kebetulan dari UI, semakin rajin belajar agar bisa memperoleh
beasiswa ke luar negeri. Inilah satu-satunya jalan bagi Yohanes untuk bisa ke
luar negeri.
Yohanes
sendiri akhirnya bisa mendapat beasiswa tersebut. Selain setelah dia semakin
rajin belajar, pihak pendonor mengutamakan mereka yang sudah memiliki paspor.
Kemampuan bahasa Inggris baru dia tingkatkan kemudian.
Kecerdikan
Yohanes menyiasati hidup tak hanya itu saja. Salah satu kewajiban penerima
beasiswa tersebut adalah harus menjadi asisten dosen di tempat belajar S2
kelak. Artinya dia harus mengajar mahasiswa. Tetapi Yohanes muda tidak percaya
diri dengan kemampuan bahasa Inggrisnya.
Yohanes pun
berusaha untuk menyiasati hal tersebut dengan mati-matian mendapatkan beasiswa
S3. Dia berencana mengambil S2 dan langsung S3 di universitas yang sama. Dengan
begitu, dia meminimalisir kewajiban mengajar mahasiswa.
Setelah
mendapat gelar Ph.D., Yohanes Surya menjadi Consultant
of Theoretical Physics di CEBAF (Continous Electron Beam Accelerator
Facility) Virginia, Amerika Serikat (1994), Yohanes Surya lebih memilih pulang
ke Indonesia.
Walaupun
sudah memiliki Greencard (kartu ijin
tinggal dan bekerja di AS) dia ingin mengharumkan nama Indonesia melalui
olimpiade fisika, dengan semboyannya waktu itu adalah ‘Go Get Gold’ serta mengembangkan fisika di Indonesia.
Hal yang
menarik adalah keikutsertaan Indonesia dalam olimpiade fisika yang diadakan di
William and Mary College Virginia. Saat itu Indonesia tidak mendapatkan
undangan. Tetapi dengan cara nepotisme, Yohanes Surya mengajukan Indonesia
sebagai salah satu peserta, dengan dia yang bertanggung jawab terhadap kualitas
peserta dari Indonesia.
Akibat
nepotisme itulah Indonesia mulai menjadi peserta dan diperhitungkan di ajang
olimpiade fisika tingkat internasional. Tetapi dampak buruknya adalah Philipina
tahu akan hal ini sehingga mereka juga meminta jatah sebagai peserta. Philipina
sendiri akhirnya diijinkan menjadi peserta tambahan, selain Indonesia.
Pulang dari
Amerika, disamping melatih dan memimpin Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI),
Yohanes Surya menjadi pengajar dan peneliti pada program pasca sarjana UI untuk
bidang fisika nuklir (tahun 1995–1998).
Dari tahun
1993, anak-anak binaannya berhasil mengharumkan nama bangsa dengan menyabet
puluhan medali emas, perak, dan perunggu dalam berbagai kompetisi fisika
tingkat internasional. Pada tahun 2006, seorang siswa binaannya meraih predikat
Absolute Winner (Juara Dunia) dalam International Physics Olympiad (IPhO)
XXXVII di Singapura.
Sejak tahun
2000, Yohanes Surya banyak mengadakan pelatihan untuk guru-guru Fisika dan
Matematika di hampir semua kota di Indonesia, dari ibukota kabupaten/kotamadya,
sampai ke desa-desa di seluruh pelosok Nusantara Selatan (bagian Republik
Indonesia) dari Sabang hingga Merauke termasuk pesantren-pesantren.
Untuk
mewadahi pelatihan-pelatihan ini Yohanes Surya mendirikan Surya Institute. Surya
Institute pula yang membangun gedung TOFI Center yang akan menjadi pusat pelatihan
guru maupun siswa yang akan bertanding di berbagai kejuaraan fisika.
Surya
Institute didirikan pada tahun 2006 oleh Prof. Yohanes Surya, PhD dengan misi
melakukan reformasi pembelajaran sains dan matematika di Indonesia.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Surya Institute didasari keinginan untuk
mempromosikan sains dan matematika yang gampang, asyik dan menyenangkan
(GASING).
Melalui cara
tersebut, bahan yang dipelajari siswa akan bermanfaat sebagai bekal dimasa
mendatang ketika mereka sudah bekerja di lapangan. Kegiatan dilakukan lewat
pelatihan guru, seminar, road show, TV show, talk show, science camp,
dsb. dst.
Visi Surya
Institute adalah membangun Indonesia jaya. Surya Institute mempersiapkan
pemimpin-pemimpin yang mengerti dan menguasai sains dan teknologi.
Untuk itu
Indonesia harus memiliki komunitas (minimal) 30.000 Ph.D./ilmuwan dalam bidang
sains, teknologi, dan sosial. Harapan ini dapat tercapai kalau Indonesia mempunyai
komunitas calon ilmuwan: peneliti belia, peserta lomba/olimpiade dan siswa/i
(anak-anak) berbakat.
Komunitas
calon ilmuwan akan terbentuk kalau ada komunitas anak-anak yang cinta sains dan
matematika, masyarakat pencinta sains dan matematika serta guru yang mampu
mengajar secara gampang asyik dan menyenangkan (GASING).
Harapan
tersebut juga bisa dicapai melalui manusia Indonesia yang integritasnya tinggi,
jujur, toleran, pikirannya terbuka, kooperatif, berjiwa pemimpin, kreatif dan
inovatif, serta berjiwa sociopreneurship
maupun technopreneurship.
Selain
menaungi empat institusi besar, seperti Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP) Surya, Surya University, Sekolah Genius dan Surya Center for
Learning Excellence (SCLE), Surya Institute juga kerap menjadi penyelenggara
kegiatan-kegiatan besar yang berkaitan dengan sains dan teknologi.
Beberapa
kegiatan besar yang telah dilakukan oleh Surya Institute adalah
menyelenggarakan ICYS, ASEC, Asian Science Camp 2008, WoPhO, APhO, dan APCYS.
STKIP Surya
didirikan pada 2010. Melalui STKIP, Yohanes ingin mencetak guru-guru yang
berkualitas, mampu mengajar ala Gasing, dan mampu mengajar sampai level
olimpiade internasional. Tak elok rasanya jika hanya berkeluh kesah, dia pun
berpeluh lelah sendiri dengan mendirikan STKIP Surya.
Pelajar yang
diterima memiliki syarat khusus, yakni berasal dari kampung, bukan dari kota,
terutama dari pedalaman. Hal ini dengan harapan agar mereka bisa kembali ke
daerahnya, menjadi guru dan membangun daerah asalnya, setelah mengenyam
pendidikan di STKIP Surya.
Guru yang
baik adalah guru yang menguasai materi yang akan diajar, cara mendidik, dan
mampu menjadi fasilitator, motivator (di-gugu),
serta inspirator (di-tiru) bagi siswa
didiknya.
STKIP Surya
mengasah kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik secara keseluruhan sesuai
dengan target kompetensi yang harus dimiliki, juga menerapkan teknologi
informasi dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Dosen STKIP
Surya memiliki tingkat pendidikan sekurang kurangnya S2, dengan lebih dari 30%
berpendidikan S3, lulusan universitas bereputasi baik dari dalam maupun luar
negeri.
Kegiatan
penelitian secara aktif terus dilakukan dan dikembangkan di tingkat nasional,
regional maupun internasional, misalnya Indonesia Toray Science Foundation
(ITFS), Google.COM, International Foundation for Science (IFS), TWAS dan DIKTI
Kemdikbud.
Dalam
kegiatan pengabdian masyarakat, STKIP Surya aktif melakukan pelatihan
peningkatan kualitas pendidik di bidang sains terutama untuk masyarakat di
daerah tertinggal, misalnya pelatihan bertema matematika GASING (GAmpang ASik
menyenaNGkan), lomba-lomba penelitian, dan olimpiade sains tingkat nasional
maupun internasional.
Di bidang
kemahasiswaan, terdapat puluhan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dengan sasaran utama
mewadahi mereka untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan bernalar,
mengembangkan minat, bakat, kegemaran, dan softskill,
serta pemenuhan sebagian kesejahteraan mahasiswa.
Kementerian
Riset dan Pendidikan Tinggi menetapkan STKIP sebagai perguruan Tinggi yang
‘sehat’ dan program studi di STKIP SURYA berakreditasi baik oleh BAN-PT (Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi).
Surya
University merupakan universitas berbasis riset. Sejak pertama masuk, mahasiswa
sudah diberikan pilihan ingin melakukan riset apapun. Misalnya anak yang masuk
jurusan agribisnis, diijinkan memilih riset desain website. Di sini,
pendidiknya adalah orang-orang Indonesia yang telah dipilihnya.
Yohanes
menyadari bahwa untuk menjadi negara unggul, Indonesia harus masuk dunia riset.
Dan Universitas harus jadi ujung tombak riset-riset unggulan di tanah air ini.
Surya University memiliki visi: Menjadi universitas berbasis riset terdepan
kebanggaan bangsa untuk mewujudkan Indonesia jaya.
Yohanes
menarik mereka dengan mengatakan bahwa dia memiliki visi membangun Indonesia
2030 dengan menghasilkan 100 ribu sarjana yang mampu melakukan riset untuk
membangun Indonesia. Sehingga pada 2045, Indonesia bisa menjadi negara hyper
power di dunia.
Surya
University menawarkan berbagai program studi revolusioner yang terakreditasi
BAN-PT untuk menjawab tantangan abad baru ekonomi berbasis pengetahuan yang
kompetitif. Mahasiswa Surya University dipersiapkan menjadi lulusan unggul yang
memiliki karakter dan kompetensi profesional untuk siap di dunia kerja.
Dengan visi
menjadi world class research university,
Surya University terus mengembangkan berbagai pusat riset unggulan: Brain & Circulation Institute of
Indonesia, Center of Mobile, Micro and Nanotechnology, Center for Innovation
and Certification, Center for Robotic and Intelligent Machines, Center for
Metrology and Microanalysis, Center for Computational Fluid Dynamics, Center
for Bioenergy and Bio Products, Center for Sustainable Aquaculture and
Pathology Studies, Center for Oceanography and Marine Technology, Center
Sustainable Smart City, Center for Technopreneurship & Innovation, Center
for Community Development, National Center for Gifted and Talented, Center for
Complexities, Surya Center for Language and Culture Studies, Center for Innovative
Learning, dan 2D Games Research
Center.
Selain itu,
Surya University menerapkan pembelajaran berbasis riset (research based learning / RBL) yang asyik dan menyenangkan dimana
mahasiswa secara aktif dapat mengembangkan potensi diri untuk siap memasuki
dunia kerja profesional. RBL membekali mahasiswa Surya University untuk
memiliki karakter dan kompetensi Higher
Order Thinking, Communication, Colaborative, Research, Science Process,
Reflective Learning, Respect, dan
Responsibility skills.
Surya University
juga mengkombinasikan berbagai metode pembelajaran terkini, mulai dari kuliah
interaktif, seminar, tutorial, studio, praktek lab., brainstorming session, riset, studi kasus, business experience, simulation-based
learning, pertukaran pelajar dengan universitas luar negeri, dan kesempatan
kerja praktek di berbagai sektor industri nasional & multinasional yang
menjadi mitra Surya University.
Paralel
dengan program-program sebelumnya, Surya Institute juga memerhatikan anak-anak
yang punya kelebihan khusus. Mereka diarahkan ke berbagai olimpiade sains dan
matematika, baik nasional maupun internasional.
Mulai dari OSN
(Olimpiade Sains Nasional), IPhO, APhO, WoPhO, IZhO, ASMOPS, SIM-C hingga lomba
penelitian ilmiah seperti ICYS, APCYS, dan SIS-C. Maka pada bulan Juli 2014,
Sekolah GenIUS (Generasi Indonesia jaya Untuk Semua) pun didirikan Sekolah
GenIUS.
Sekolah
GenIUS (GENerasi Indonesia jaya Untuk Semua) merupakan sekolah dasar dan
menengah di bawah asuhan STKIP Surya dan Surya University. Dengan kurikulum yang
disesuaikan dengan kecepatan belajar siswa sehingga memungkinkan siswa untuk
menjadi doktor/peneliti dibawah umur 21 tahun.
Pembelajaran
yang dilaksanakan di Sekolah GenIUS pun berbasis riset melalui program peneliti
asuh yang bekerja sama dengan pusat-pusat riset di Surya University dan lembaga
riset di Indonesia.
Selain itu,
siswa mendapat pendampingan psikologis serta pengembangan dalam bidang bahasa,
musik, matematika, sains, dan social science. Sekolah GenIUS sudah mulai
berdiri sejak bulan Juli 2014.
Sekolah
GenIUS memiliki visi: Menjadi sekolah berbasis riset bagi siswa cerdas istimewa
berbakat istimewa Indoneisa dalam bidang sains dan teknologi untuk mewujudkan
Indonesia jaya. Sekolah GENIUS juga mendidik siswa-siswa terbaik yang
membutuhkan layanan khusus dari daerah-daerah tertinggal.
Surya Center
for Learning Excellence (SCLE) merupakan salah satu organisasi di bawah naungan
Yayasan Surya Institut yang bertujuan memberikan kontribusi dalam memajukan
kapasitas manusia sebagai agen perubahan melalui pembelajaran.
Untuk
mencapai visi dan misi Yayasan Surya Institut sebagai lembaga pendidikan
inovatif berbasis penelitian menuju Indonesia Jaya, maka SCLE berfungsi sebagai
penggerak programprogram pelatihan, pengembangan ketrampilan dan IPTEK terdepan.
Adapun
program-program pelatihan yang dilaksanakan antara lain:
1. Pelatihan Pendidikan
a. Metoda
GASING (GAmpang, aSyIk, menyenaNGkan) untuk bidang studi Matematika, Fisika dan
Kimia
b. Olimpiade
untuk semua bidang studi
c. Robot
kreatif
d. Art &
Design
2. Pelatihan Eksekutif
a. Workshop
Creativity and Innovation
b. Training
Enterpreneurship
c. Effective
Marketing Communication
d. Customer
Satisfaction Survey
e. Effective
Leadership Skill
f. Pelatihan
Minat dan Bakat
g. Value
Added Market Strategic
Yohanes
Surya merupakan penulis produktif untuk bidang fisika. Sudah puluhan buku dia
tulis dan publikasikan untuk siswa SD sampai SMA, hingga untuk pembaca umum.
Selain
menulis buku, dia juga menulis ratusan artikel fisika di jurnal ilmiah, baik
nasional maupun internasional, dan juga di media massa nasional, seperti Kompas dan Tempo. Dia juga pencetus konsep Mestakung dan pembelajaran Gasing.
Mestakung
adalah akronim dari semesta mendukung. Buku ini sendiri berisi pengalaman
pribadi Yohanes dalam memperjuangkan anak-anak TOFI. Target Yohanes untuk TOFI
nyaris selalu tercapai dengan cara yang sering tidak terduga.
Secara
singkat, Mestakung mengajarkan konsep hukum alam, ketika suatu individu atau
kelompok berada pada kondisi kritis, maka semesta (dalam hal ini sel-sel tubuh
dan lingkungan di sekitarnya), akan mendukung untuk keluar dari kondisi kritis.
Misalnya
ketika ada seseorang yang tak mampu berlari cepat. Tiba-tiba dia dikejar oleh
anjing yang bisa berlari sangat cepat. Ketika dia sedang dikejar anjing,
sel-sel tubuh dan lingkungan sekitar membantunya keluar dari kondisi kritis itu
sehingga orang tersebut bisa selamat dari kejaran anjing.
Salah satu
teori fisika yang mendukung konsep Mestakung adalah mekanika kuantum, salah
satu masterpiece fisikawan yang digawangi oleh Heisenberg.
Emha Ainun
Najib sendiri memberikan pernyataan serupa, yakni jika seseorang memiliki
kehendak, maka seluruh alam semesta akan membantunya mewujudkan kehendaknya
itu. Menurut Emha, manusia bisa menakdirkan dirinya sendiri dalam batas
tertentu.
Buku Mestakung: Rahasia Sukses Juara Dunia,
yang dia publikasikan pada tahun 2007 mencatatkan rekor sebagai best seller
tercepat di Indonesia.
Gasing
sendiri merupakan akronim dari gampang, asik, dan menyenangkan. Dalam
pembelajaran ala Gasing ini, Yohanes Surya menekankan logika dan penalaran
bidang fisika, tak hanya menjejali siswa dengan rumus-rumus saja.
Akibatnya
siswa-siswa Indonesia hanya hafal soal berbagai rumus fisika tanpa mengetahui
penerapannya. Inilah yang mengakibatkan ilmu fisika kerap dianggap momok yang
menakutkan bagi pelajar Indonesia.
Selain itu,
juga disampaikan dengan cara yang positif, yakni menyemangati siswa dan tidak
memperpuruk jiwa siswa. Menurutnya, tak ada siswa bodoh, yang ada adalah siswa
yang tidak punya kesempatan bertemu dengan guru yang baik.
Yohanes
Surya mengatakan guru memiliki peran vital dalam menumbuhkan minat belajar
siswa, khususnya untuk pelajaran fisika. Menurutnya, guru harus punya teknik
mengajar fisika yang baik sehingga siswa tidak takut dengan fisika, melainkan
fisika menjadi pelajaran yang menyenangkan. Melalui pembelajaran ala Gasing,
dia memiliki mimpi panjang, akan ada pemenang nobel fisika dari Indonesia pada
2020.
Demi
menyebarkan virus-virus sains, Yohanes pun tak gamang mendayagunakan suntikan
sastra. Tofi: Perburuan Bintang Sirius,
menjadi novel perdana yang ditulis olehnya.
Tahu diri
bahwa kelihaiannya bertutur sastra masih kalah dibanding kepiawaiannya
bercerita tentang sains, Yohanes pun menggandeng Ellen Conny dan Sylvia Lim
sebagai rekan penulisan.
Yohanes
berharap melalui novel ini masyarakat dapat memiliki minat terhadap sains. Baik
minat untuk mendalami maupun sekedar mengikuti perkembangan sains. Dia bermimpi
bahwa masyarakat dan sains bisa menjadi semacam persahabatan cinta alih-alih
memandang sains dengan mata penuh nista.
Ketokohan
dalam dalam novel ini dibangun berdasarkan konsep fisika, misalnya Miranda dan
Jupiter yang diambil dari unsur-unsur tata surya. Sifat keduanya pun
disesuaikan dengan sifat kedua benda langit ini setepatnya. Hanya nama Tofi,
tokoh utamanya, yang unik. Nama ini diambil dari singkatan dan sebutan
sehari-hari bagi Tim Olimpiade Fisika.
Novel ini
bertutur tentang persaingan antara Tofi dan Jupiter di sekolah. Walakin di
balik itu, sebuah konspirasi misterius tentang perburuan bintang Sirius
membayangi mereka. Sirius disebutkan sebagai proyek rahasia sebuah sindikat
mafia ilmuwan internasional yang berisi enkripsi senjata pemusnah nano yang
sanggup merusak DNA sang target.
Ellen Conny,
salah satu novelis yang terlibat dalam proyek novel ini mengaku tak mudah untuk
menyelesaikan novel dengan warna baru ini dengan tiga orang penulis. Proses
penyuntingan dilakukan berulang kali bersama-sama.
Gairah tak
biasa tanpa sirna bersama-sama sejak semula membikin Conny merasa menikmati
proses yang baginya memberikan semangat berlipat ini. Yohanes sendiri
menganggap bahwa novel ini menjadi salah satu cara untuk meraih tujuan Surya Institute,
yaitu Indonesia Jaya.
Dengan terus
bersemangat memasyarakatkan sains kepada generasi muda, Yohanes berharap
kemunculan ilmuwan dari beragam sisi daerah melimpah ruah.
Yohanes
Surya dan tim menulis novel ini selama tiga tahun. Proses penyuntingan dan
penyelarasan yang panjang. Hal ini demi menghibur para pembaca supaya tak mudah
bosan ketika menikmati novelnya.
Semenjak
beberapa dekade terakhir, ilmuwan dan seniman termasuk sastrawan tampak
terpisah jurang. Tak banyak ilmuwan yang pandai menggubah karya sastra seperti
halnya mereka menuliskan hasil penelitian dengan bahasa teknis keilmuan yang
cenderung kaku.
Lebih dari
itu, ada kalanya ilmuwan kurang bisa menjelaskan pemahaman keilmuannya dengan
bahasa pasaran. Masih sering dijumpai di Indonesia penulisan bacaan terkait
keilmuan menggunakan bahasa Indonesia yang baik yang tepat, bukan menggunakan
bahasa Indonesia yang laras.
Fenomena itulah
yang berusaha dibantah Yohanes, seperti halnya dilakoni Stephen Hawking di
Britania Raya serta Richard Phillips Feynman dan Paul DeHart Hurd di Amerika
Serikat.
Masalah lain
dalam penulisan sastra-sains atau sains-sastra atau apapun istilahnya, adalah
terkait dengan prinsip yang disepakati tepat tentang sains. Tak sedikit novel
dengan citarasa sains yang ngaco.
Hal itu
pulalah yang dihindari oleh Yohanes beserta timya. Menyampaikan sains dengan bahasa
laras yang tak ngaco dengan perkembangan yang disepakati ilmuwan melalui novel
ini.
Teknologi
yang ada diceritakan dengan laras, artinya teknologi itu memang bisa
dikembangkan di masa depan. Sepatu loncat yang bisa membuat orang loncat
setinggi tiga meter, misalnya, memang bisa diusahakan melalui perkembangan
teknologi.
Memang
tampak aneh, walakin bukankah sastra dan sains sama-sama karib dengan
imajinasi? “Bukan rahasia bila imajinasi lebih berharga dari sekedar ilmu
pasti,” kata DEWA 19 mengutip pernyataan lawas.
Pemakaian
istilah teknis sains baik sebagai nama tokoh atau nama benda bertujuan agar
memancing rasa keingintahuan pembaca, terutama anak-anak, terhadap istilah
tersebut.
Dengan cara tersebut,
pembaca diharapkan agar menyempatkan diri membaca catatan yang menjelaskan
istilah tersebut. Sebagai antisipasi kemalasan pembaca mencari tahu lebih
lanjut, pemakaian istilah tersebut disesuaikan dengan sifat yang dimiliki.
Penyebaran
virus-virus sains pun dilakukan melalui komik. Melalui komik berjudul Archi & Meidy, Yohanes menggandeng
sesama ilmuwan sebagai rekan penyusunnya. Bersama Wendy Vega, komik ini
diterbitkan dalam empat jilid.
Seluruh
kisahnya malar bercerita tentang tentang kehidupan dua saudara kembar berusia
sepuluh tahun, Archi dan Meidy. Keduanya memiliki interaksi intim dengan sains,
baik di rumah maupun di sekolah. Kisahnya berakhir empat belas tahun kemudian
ketika mereka bergabung dengan agen rahasia untuk berusaha menyelamatkan dunia.
Selain
sebagai penulis, Yohanes Surya juga menjadi narasumber berbagai program
pengajaran fisika, memberikan pengajaran fisika melalui CD untuk SD, SMP, dan
SMA, sampai menggagas Webinar, sebuah seminar yang bisa diakses melalui
internet.
Hal yang
menarik terkait upaya penyebaran CD adalah Yohanes mengijinkan CD ROM ini
dipakai sebagai alat kampanye partai politik (parpol), di saat banyak pihak
cenderung apatis bekerja sama dengan parpol.
Yohanes juga
turut memproduksi berbagai program TV, diantaranya Petualangan di Dunia Fantasi dan Tralala-Trilili yang pernah ditayangkan di RCTI.
Di luar
kegiatan di atas, Yohanes Surya berkiprah dalam berbagai organisasi
internasional sebagai Board member of the International Physics Olympiad, Vice
President of The First step to Nobel Prize (sejak tahun 1997); Penggagas dan
Presiden Asian Physics Olympiad (sejak 2000); Chairman of The first Asian
Physics Olympiad, di Karawaci, Tangerang (sejak 2000); Executive member of the
World Physics Federation Competition; Chairman of The International Econophysics
Conference 2002; Chairman the World Conggress Physics Federation 2002; Board of
Experts di majalah National Geographic Indonesia serta menjadi Chairman of
Asian Science Camp 2008 di Denpasar, Bali.
Selama
berkarier di bidang pengembangan fisika, Yohanes Surya pernah mendapatkan
berbagai award/fellowship antara lain
CEBAF/SURA award USA ’92-93 (salah satu mahasiswa terbaik dalam bidang fisika
nuklir pada wilayah tenggara Amerika Serikat), apresiasi resmi kreativitas 2005
dari Yayasan Pengembangan Kreativitas, serta anugerah Lencana Satya Wira Karya
2006 dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Tahun 2008
dia mendapat award sebagai Pahlawan
Masa Kini pilihan Modernisator dan Majalah
Tempo. Yohanes Surya juga mendapatkan banyak apresiasi resmi dari Menpora,
Radio Elshinta, Harian Merdeka, Metro TV Award, Penghargaan
‘Icon anak Muda’ dari Radio Trax FM, Koran Jakarta Award, dan Penghargaan
Harian Republika sebagai “Tokoh perubahaan” di tahun 2009.
Yohanes
Surya adalah guru besar fisika dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Dia pernah menjadi Dekan Fakultas Sains dan Matematika Universitas Pelita
Harapan, Kepala Promosi dan Kerjasama Himpunan Fisika Indonesia (2001-2004),
juri berbagai lomba sains/matematika, anggota Dewan Kurator Museum Iptek Taman
Mini Indonesia Indah, salah satu founder The Mochtar Riady Institute, anggota
Dewan Wali Amanah Sekolah Tinggi Islam Assalamiyah Banten, aktif
mengkampanyekan Cinta Fisika diseluruh Indonesia, serta Rektor Universitas
Multimedia Nusantara (UMN).
UMN adalah
universitas yang didirikan oleh Kompas Gramedia Group dengan tujuan sebagai
universitas riset yang fokus pada bidang ICT (Information and Communication
Technology). Diharapkan mahasiswa Indonesia brilian yang sekarang belajar di
luar negeri dapat melanjutkan dan mengembangkan risetnya di UMN.
Hal tersebut
juga didasarkan kenyataan bahwa banyak sekali orang Indonesia yang sedang
belajar di luar negeri tak mau pulang ke kampung halaman lantaran tak ada lahan
yang cukup kesanggupan untuk menampung kemampuan mereka.
Tak mengapa
juga, tak perlu memaksa mereka untuk berkarya di tempat yang tak menyediakan
lahannya. Lagipula Dino Patti Djalal dan kawan-kawan sudah mengumpulkan para
diaspora Indonesia.
Untuk lebih
konsentrasi pada STKIP Surya dan persiapan pendirian Surya University, yang
fokus pada pendidikan, energi, dan ilmu hayati, mulai Januari tahun 2011
Yohanes Surya tidak menjabat lagi sebagai rektor UMN.
Sejak tahun
2009 Yohanes Surya bekerjasama dengan pemda daerah-daerah tertinggal
mengembangkan matematika Gasing, agar anak-anak daerah tertinggal itu dapat
belajar matematika dengan mudah. Siswa yang dianggap ‘bodoh’ ternyata mampu
menguasai matematika kelas 1-6 SD dalam waktu hanya 6 bulan.
Program ini
diwujudkan di berbagai daerah tertinggal, terutama di Papua yang mendapat citra
sebagai tempat tertinggal. Dia membawa beberapa anak Papua belajar sains di
Jakarta. dia memilih Papua karena di sana fasilitas pendidikan masih sedikit.
Beberapa anak didiknya dari Papua berhasil memenangi lomba fisika tingkat
internasional.
Hingga
akhirnya Indonesia pun mulai dikenal sebagai ‘produsen’ anak-anak jenius yang
tak kalah bersaing di tingkat dunia. Pada titik inilah, fisika bisa menjadi
media ‘menjual’ Indonesia secara mumpuni. Yohanes Surya berhasil membuat
Indonesia tak lagi dipandang sebelah mata.
Dalam
disertasinya yang berjudul Sederhana ke
Kompleks, Yohanes mengatakan sistem-sistem kompleks yang ada di alam
semesta ini mempunyai aturan-aturan sederhana. Oleh sebab itu tugas ilmu
pengetahuan sekarang adalah mencari aturan-aturan sederhana ini sehingga dapat
dilakukan prediksi dan dapat memanfaatkan hasil prediksi tersebut untuk
kebaikan umat manusia.
“Jika kita melihat suatu masalah
atau keadaan sedemikian kompleksnya, ini bukan berati masalah itu tidak
terpecahkan, tetapi karena kita belum menemukan pola atau aturan sederhana yang
menyebabkan sistem kompleks ini terjadi,” ujar suami dari Christina ini.
Revolusi
cinta Yohanes dan Christina diresmikan pada 15 Januari 1989. Kehidupan keluarga
dan rumah tangga keduanya semakin meriah dengan kehadiran tiga buah hati:
Chrisanthy Rebecca Surya, Marie Felicia Surya, dan Marcia Ann Surya.
Yohanes
Surya adalah fisikawan yang merakyat. Dia terus berusaha mendekatkan fisika
dengan kehidupan rakyat. Ketika orang menganggap bahwa fisika adalah sesuatu
yang rumit, sulit, dan hanya untuk kalangan elit, Yohanes menepisnya.
Yohanes
Surya hanya berusaha menyederhanakan dan membuat Fisika sebagai bagian yang tak
terasingkan dari tengah keseharian masyarakat.
![]() |
Pak Yoh — intan terabaikan riang menggelinjang |