— kembali ke timur
Bagi
kalangan santri, tampaknya hadis “أُطْلُبُوْا العِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ” cukup
akrab. Hadis yang biasa diterjemahkan “tuntutlah ilmu walau ke negeri Tiongkok”
ini unik.
Keunikannya karena diucapkan oleh Nabi Muhammad ketika perluasan wilayah dakwah
Islam belum menyentuh Tiongkok. Bagi mereka yang berlatar belakang Tionghoa,
tentu amat menarik lantaran tanah leluhur mereka mendapat pujian dari makhluk
paling mulia.
Status hadis
ini masih kontroversial dikalangan ulama. Sebagian ulama mengatakan hadis ini
masuk kategori masyhur yang berarti populer di kalangan umat Islam. Sebagian
ulama mengatakan hadis ini dho’if yang berarti lemah. Semua pendapat tersebut
memiliki argumen pembenaran masing-masing.
Tiongkok
adalah salah satu peradaban klasik yang sudah ada ribuan tahun yang lalu,
bahkan sebelum Nabi Muhammad hadir sebagai manusia di Planet Bumi. Nabi
Muhammad hadir sebagai manusia di Planet Bumi tahun 571-632 M pada saat
Tiongkok dikuasai Dinasti Sui yang kemudian digantikan Dinasti Tang.
Beberapa
saat sebelum Nabi Muhammad hadir, hanya terdapat dua negara adikuasa, yaitu
Tiongkok dan Roma. Hubungan kedua negara ini telah terjalin dengan bukti adanya
“jalan sutera” yang menghubungkan kedua negara. Para pedagang Persia dan Arab
menjadi perantara hubungan kedua negara tersebut.
Menurut National Geographic, adanya keturunan
orang Roma di Xinjiang dan Gansu diperkirakan merupakan keturuana prajurit Roma
yang ditawan di Tiongkok. Hubungan antara Tiongkok dan Arab serta Persia tetap
baik pada masa sebelum dan sesudah Nabi Muhammad. Sampai sekarang banyak
keturunan Arab di Provinsi Fujian dan Guangdong.
Pada masa
kepemimpinan Nabi Muhammad di jazirah Arab, Tiongkok dipandang sebagai wilayah
dengan peradaban yang amat maju. Ekspedisi Islam pertama di Tiongkok terjadi
pada masa pemerintahan Utsman Ibn Affan Dzunnuraini dan dipimpin oleh Sa’ad Ibn
Abi Waqqash. Sebagai penghormatan, Kaisar Yung Wei memerintahkan pembangunan
masjid pertama di Tiongkok.
![]() |
Grace Natalie Louisa |
Sebagian
kalangan mengatakan bahwa tafsir hadis tersebut memberikan pesan bahwa kalau
ingin menuntut ilmu harus mau ke tempat yang paling jauh asal bisa mendapat
ilmu yang tinggi. Lalu bagaimana dengan umat Islam di Tiongkok? Tentu Tiongkok
bukan negeri yang jauh dari mereka. Mengapa nabi menggunakan redaksi Tiongkok,
bukan Eropa atau Roma saja?
Ada juga
kalangan yang mengatakan bahwa karena budaya di Tiongkok sedemikian tua dan
Islam masuk di Indonesia salah satunya melalui Tiongkok. Jawaban ini lebih
tidak memuaskan. Jika belajar Islam bukan ke Tiongkok tetapi langsung ke Arab
saja. Pasalnya pada saat itu Islam belum besar di Tiongkok sementara saat itu
juga di Arab masih terdapat “generasi emas”.
Pihak lain
menyebutkan bahwa arti penting dari hadis ini adalah dalam menuntut ilmu harus
berani meninggalkan zona nyaman untuk pergi ke zona kurang nyaman karena
rasanya asing.
Hadis ini
semakin menarik jika dikaitkan dengan keadaan Indonesia yang sebagian besar
penduduknya mengaku beragama Islam mengikuti Nabi Muhammad. Seringkali ada
kaitan erat antara budaya suatu bangsa dengan keyakinan bangsa tersebut.
Menilik
filsafat Tiongkok, barangkali bisa menjadi upaya untuk menangkap pesan dari
hadis ini. Ada dua hal utama dari ajaran filsafat Tiongkok. Pertama, “Kalau ada pendidikan, maka
tidak boleh ada pengotakan/diskriminasi”. Kedua,
“Kalau atasnya lurus maka bawahnya tidak berani tidak lurus”.
Selain
menilik filsafat Tiongkok, juga kita bisa mengamati tulisan hoki (istilah
gampang tapi agak serampang: rezeki). Tulisan hoki dalam aksara Tionghoa
menyerupai gambar petak sawah. Ketiga hal ini bisa membantu memberikan makna
lain hadis “uthlub al-ilma walau bi ash-shini” dalam konteks berbangsa dan
bernegara di Indonesia yang sebagian besar penduduknya mengaku beragama Islam.
Pertama, seharusnya
Indonesia menerapkan sistem nilai yang telah dipraktikkan di Tiongkok sejak
1000 SM, yaitu sistem pendidikan yang tidak diskriminatif. Di negeri ini,
diakui atau tidak, pendidikan masih sangat diskriminatif. Mulai dari biaya
pendidikan yang demikian mahal dan tidak terjangkau oleh rakyat banyak. Rakyat
miskin hanya mampu menjangkau pendidikan bermutu rendah.
![]() |
Grace Natalie Louisa |
Penafsiran
hadis “أُطْلُبُوْا العِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ” dalam konteks pendidikan, tentu
tidak hanya tafsir tekstual semata. Tidak hanya menyuruh pelajar untuk belajar
sampai ke negeri Tiongkok. Tetapi wajib melaksanakan program pendidikan bermutu
tinggi yang merata di seluruh daerah. Sehingga seluruh rakyat memiliki
kemampuan untuk mengakses pendidikan bermutu baik yang selama ini menjadi hak
prerogatif orang kaya dan elite penguasa saja.
Jika semua
rakyat mampu mengakses pendidikan bermutu yang merupakan salah satu hak paling
mendasar, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang kuat dan besar. Indonesia
kekurangan orang pintar meski sudah banyak memiliki orang bergelar. Orang
bergelar (lulusan pesantren atau lulusan perguruan tinggi) yang notabene bisa
mengakses pendidikan belum tentu pintar, apalagi mereka yang tidak mendapat
kesempatan mengakses pendidikan?
Kedua, adalah
tentang sistem kepemimpinan. Adagium “kepala yang lurus maka yang bawah tidak
berani tidak lurus” jelas menggambarkan bahwa kalau pemimpinnya jujur maka di
bawahnya tidak berani tidak jujur.
Adanya
pilpres dan pilkada langsung merupakan jalur yang tepat bagi rakyat untuk
memilih pemimpin yang lurus. Kalau ada pihak-pihak yang menginginkan pemilihan
presiden dan kepala daerah kembali melalui mekanisme dipilih oleh anggota DPRD
dan DPR, jelas akan menghilangkan kesempatan rakyat untuk dapat memilih secara
langsung pemimpin yang lurus.
Kalau sampai
saat ini sistem pemilihan langsung dianggap belum berhasil, jelas hal ini bukan
kesalahan sistem. Kegagalan ini disebabkan kemandulan undang-undang yang masih
bisa meloloskan “koruptor” menjadi calon pemimpin disamping adanya oknum rakyat
yang rasis/fanatik yang cenderung memilih secara sempit.
Untuk itu
rakyat perlu dididik agar memilih pemimpin yang lurus, barulah di bawahnya
tidak berani tidak lurus. Bisa dibayangkan sendiri jika pemimpinnya korup atau
cacat secara moral dan hukum tentulah jajaran di bawahnya tidak akan takut.
Ketiga, adalah
tentang petak sawah yang melambangkan kata rezeki/hoki/kaya. Dahulu di Tiongkok
tidak mengenal prinsip hak milik. Indonesia adalah negeri agraris jadi sudah
selayaknya rakyat Indonesia hidup kaya.
![]() |
Grace Natalie Louisa |
Sebagai
negeri agraris, di Indonesia masih banyak petani bekerja di atas lahan orang
lain. Bahkan sawah yang dibuka oleh pemerintah dengan investasi besar-besaran
untuk sawah dan irigasinya telah menjadi milik “petani berdasi” yang lebih
memilih menjadikan wilayah tersebut menjadi daerah industri karena lebih
menguntungkan. Maka terdapat banyak kasus sawah dengan irigasi yang baik dijual
begitu saja menjadi kawasan industri.
Inilah salah
satu sebab mengapa Indonesia menjadi negara pengimpor beras dan belakangan
jagung. Apa yang akan terjadi jika setiap sawah dan irigasi yang dicetak oleh
pemerintah dengan konsep Tiongkok?
Artinya
seluruh sawah tersebut adalah milik pemerintah dan tidak dimiliki oleh siapapun
kecuali petani asli yang mau menggarap sawah tersebut. Jika ini mau dilakukan,
maka seluruh lahan sawah tetap terpelihara dan tidak ada investasi pemerintah
yang sia-sia.
Sawah-sawah
yang digarap petani penggarap akan tetap menjadi milik petani penggarap turun
temurun selama masih digarap oleh yang bersangkutan, bukan disewakan. Setiap
desa perlu mendirikan toko koperasi yang menyediakan obat-obatan, pupuk, dan
benih dengan sistem konsinyasi dari Dinas Pertanian maupun Kementerian
Pertanian.
Setelah
terjual dan membayar akan dititipkan lagi, Bulog juga bisa menitipkan ke toko
koperasi ini menjadi agen pembeli gabah petani. Bukankah koperasi merupakan
pilar ekonomi kerakyatan?
Dengan
melaksanakan atau bahasa santrinya mengamalkan tiga hal tersebut, maka
Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan kuat. Sungguh ironis jika negara
yang sebagian besar penduduknya mengaku beragama Islam mengikuti Nabi Muhammad,
tetapi tidak mengamalkan ajaran Nabi Muhammad. Alih-alih menafsirkan hadis
nabi, justru lebih sibuk berdebat mengenai status hadis nabi.
Apakah sulit
melakukan hal ini? Asal sebagian besar penduduk Indonesia yang beragama Islam
mau menjalankan ajaran Nabi Muhammad dengan taat. Sisanya akan mengikuti arus
ini sebagai budaya. Masih ingat bagaimana hebatnya Cherry Belle menciptakan
wabah bukan?
B.Rb.Po.070250.38.081116.23:43
![]() |
Grace Natalie Louisa |