— shadow of the day slumber party
Amatullah, tidak ada yang saya mengerti termasuk namanya, sudah.
Tapi... beliyo pernah mencari saya laiknya seorang buronan yang kabur hingga
ujung Indonesia timur, meski sebenarnya saya sedang mengdengkur ber-tafakkur di atas kasur.
Desember 2015 lalu, soal tanggal
boleh di-nego karena seingat saya tanggalnya 16 dan saya cowok, Jeffa Lianto Van Bee tiba-tiba bilang pada saya.
“Dicari Ama kau,” ungkap Jeffa menggunakan bahasa ibu bapak,
Jawa.
Sembari basa-basi sambil mengonfirmasi kabar tersebut,
saya langsung menanggapinya.
“Lu bilang opo?” tanya saya.
“Sedang bertapa,” jawab Jeffa sembari merepetisi
ungkapannya saat ditanya Ama.
Tanggapan saya saat itu biasa saja, maklum saya
mengerti diri sendiri. Mengerti bahwa biarpun tingkat kebrengsekan saya bisa mewujud
dengan menanamkan virus benci pada kerumunan, walakin wajah saya amatlah
rupanan nan menawan sepanjang zaman.
Jadi bisa dimengerti kalau tiba-tiba Ama mencari saya
laiknya buronan saat rindu merindu terpendam tak lagi tertahankan. Dengan
demikian, tak perlu berprasangka kalau pertanyaan Ama itu hanya sekedar
basa-basi untuk modusin Jeffa. Ini ciyus.
Saking rindunya, Ama sampai tak kuat menyatakan
langsung pada saya dan hanya menyampaikan rasa rindu melalui sapaan
pada Sang Hyang Widhi saja. Sapaan Ama pada Sang Hyang Widhi pun dihantarkan
pada saya.
Riak kerinduan yang dipendam di hati terdalam
menghampiri hati saya hingga menimbulkan semacam getaran jiwa. Getaran jiwa
yang selanjutnya membikin saya berinisiatif mengajaknya bicara melalui telepon.
Pembicaraan yang saya harap memberikan sesuatu yang
bermakna meski rasanya tak jelas apa yang dibahas, seperti acara-acara
berjudul pembinaan PBSB yang diadakan Kementerian Agama Republik Indonesia semua
catatan saya sepanjang menggelinjang.
Harapan saya terkabul: Ama memberikan saya sesuatu
itu. Setelah rasa rindu pada saya terbayar lunas, beliyo memberikan
saya rasa puas. Ama hadir sebagai missing
link : sesuatu yang dicari selama ini.
Tentu bukan missing
link dalam perjuangan the hunting party
jodoh. Wong jodoh kami
meski proses pengunduhannya slowly... but
surely, seperti ungkap Britney Jean Spears Maret 2015 silam saat ditanya
soal album Glory yang akhirnya
dirilis Agustus 2016.
Malam itu, melalui telepon Ama bilang pada saya
kalau beliyo ingin menjadi editor (dalam arti Penyunting bukan
Redaktur) di Majalah SANTRI. Jelaslah saya bahagia. editor adalah
alasan kuat saya keberatan mengisi posisi yang ditinggalkan Mami.
Jiwa saya sudah manunggal
dengan posisi itu sepertihalnya jiwa Rossi terlanjur manunggal dengan kedua orangtuanya motor YZR-M1. Walau saya
sadar bahwa sebenarnya posisi editor adalah posisi paling miskin peminat
hampir di semua tempat.
Wajar saja, tak ada garansi bisa membuka cabang pacar kalau
menjadi editor. Saking miskinnya peminat, sampai-sampai Stephen King
menuturkan “To write is human, to edit is
divine.”.
Penuturan Stephen King dalam karyanya berjudul On Writing: A Memoir of the Craft tentu
bukan untuk menganakemaskan kaum editor.
Stephen hanya berusaha saja menghibur editor,
yang nasibnya sudah kayak mas Edoth
“Edit” di DEWA19.
Peran Edit di DEWA19 luar biasa keren namun namanya
sering kelupaan disebutkan. Sudah kayak Joe Hahn saja kalau di Linkin Park
maupun Teddy Park kalau di 2NE1. Puk puk
puk buat three mas-mas...
Sebagai orang yang berminat menempati posisi sepi
peminat, sejarah baru di Majalah SANTRI berhasil Ama catat. Selama ini, sejak terbentuknya Majalah
SANTRI dari Desember 2008, soal tanggal bisa di-nego karena saya males,
semua Editor bertubuh langsing, ditambah berwajah rupawan nan menawan
ketika ada saya.
Baru saat Ama menyatakan keingininannyalah editor
Majalah SANTRI mendapatkan pemain
dari kalangan pembesar nan berisi meski
bukan pemain cinta, Ama banget lah pokoknya.
Ama, yang kabarnya berminat menjadi editor ini, memiliki daya endus luar
biasa terhadap kesalahan penulisan.
Satu contoh bagusnya adalah saat beliyo cepat tanggap
menghajar saya tatkala menemukan typo ketika saya menulis nama beliyo. Nama genap
beliyo yang seharusnya Amatullah malah tertulis Amanatullah.
Nama genap Ama sebenarnya sudah pendek, sampai sebuah titik
pun amat bernilai bagi beliyo saat mengisi lembar jawab ujian seleksi PBSB.
Tapi saya tak tahu bisa salah seperi itu.
Besar kemungkinan karena saya cowok. Sementara hukum sosialnya ialah cowok selalu salah seperti biasa dibilang oleh Arij Zulfi Mufassaroh,
cowok cewek yang luas dan keliling jidatnya sudah mirip Phoenix Linkin
Park.
Untung saya tak pernah salah menulis nama lengkapnya
Eny Rochmwati Octaviani yang sudah typo sejak di akta kelahiran. Karena kalau
terjadi seperti itu, bisa musnah saya seketika ditelan bumi.
Selain daya endus terhadap typo yang keren, Ama juga
bisa mengerti redaksi kata terkait konteks. Beliyo segera bisa mengerti dengan
laras perbedaan “mengurusi Park Bom” dan “mengurusi Jessica Jung”. Beliyo
sungguh hebat bisa menemukan akar kata dari keduanya.
Jika kata ‘mengurusi’ dikaitkan Bom, akarnya adalah
kurus. Hal ini wajar melihat ukuran badan Park Bom memang tidak langsing namun tetap menawan.
Sedangkan jika ‘mengurusi’ berkaitan dengan Jessica,
akarnya adalah urus, karena Jessica memang suka rewel dan ngejak gelut Hyoyeon dan Tiffany.
Mencari akar ataupun asal usul tak jarang susah dan
hasilnya sering bikin resah. Misalnya mencari akar sejarahnya Arij Zulfi
Mufassaroh yang disapa Ais. Orang bisa berspekulasi macam-macam akan hal ini.
Salah satu spekulasinya ialah sapaan tersebut muncul
atas dasar belas kasih kasih sayang pada kaum cadel. Padahal sebenarnya
demi tidak dianggap cowok saja itu
manusia hasembuh.
Kalau mencari akar itu mudah, tentu mata kuliah Kalkulus
yang membahas bab Integral tak ramai kaum pengulang. Sebuah mata kuliah yang
selalu menyeret sejarah berdarah antara Inggris dan Jerman.
Sebuah pertikaian berkelanjutan sejak zaman Isaac
Newton dan Gottfried Wilhem Leibniz rebutan copyright
calculus hingga zaman Dietmar Johann Wolfgang Hamann menjebol gawang David
Andrew Seaman di the old Wembley Stadium, London.
Kalau memang mencari akar itu mudah, tentu tata negara
di wilayah Nusantara tak perlu jauh-jauh mengambil batang dari Trias Politica Montesquieu untuk dicangkok,
lantaran di tanah Sunda sudah dikenal konsep Resi-Rama-Raja yang penerapannya serupa, hanya saja ploduk Sunda lebih dulu ada.
Dengan daya endus sempurna maksimal seperti itu, sudah
dapat dimengerti kalau keberadaan Ama ini sangat membahayakan keseharian perjalanan
makhluk Tuhan di seluruh alam semesta. Terlebih keseharian di wilayah Nusantara,
apalagi di Republik Indonesia.
Daya endus seperti dimiliki Ama kalau dilanjutkan
bakal membuat Republik Indonesia tambah ruwet
seperti kata Sri Mulyani Indrawati, yang gagal menjadi guru playgroup dan taman kanak-kanak lantaran
harus bersusah payah membikin list
*sebagian teks hilang*.
Bagaimana tidak ruwet,
saat diproklamasikan 17 Agustus 1945 atas dasar kabar hoak pada Mohammad Hatta, Sukarno membaca teks proklamasi yang
singkat, padat, berisi, namun tak jelas. Jauh berbeda dengan bentuk dadanya Park
Bom.
Tak jelas cakupan dan batasan yang dikandung dalam
penuturan dan lain-lain. Maksudnya dan lain-lain itu apa saja? Apakah di
dalam dan lain-lain itu termasuk
pemerataan jumlah pacar untuk setiap warga negara?
Padahal setiap santri pesantren belajar pentingnya
cakupan dan batasan dalam pernyataan melalui Bab Mu’arraf di ‘Ilmu Manthiq.
Apalagi bagi santri yang mendapat jatah mengelola bagian bahasa.
Belum lagi dengan penamaan momentum tahunan. Misalnya Hari
Kartini sebagai peringatan apresiasi terhadap peran puan di wilayah Nusantara,
terutama di Republik Indonesia.
Penamaan seperti itu pernah membikin musuh rusuh saya
uring-uringan dan sialnya dia cewek,
sementara hukum alamnya ialah cewek nggak pernah salah! Penamaan dengan
mengambil titik tolak pada peristiwa kemarin sore memang berpotensi menimbulkan
perfect illusion terhadap peran puan
di wilayah Nusantara.
Dampaknya antara lain ialah seorang Dyah Gitarja yang
menjadi pemimpin Majapahit Emperor
saat terjadi peristiwa Sumpah Palapa pun mudah terlupa. Padahal Palapa diabadikan
menjadi nama satelit di negeriku Indonesia.
Karena beberapa alasan itulah saya berinisiatif untuk
segera memusnahkan keberadaan Ama. Apalagi status beliyo di Planet Bumi hanyalah
pendatang. Beliyo kerap bangga menyebut sebagai warga Bekasi.
Masyarakat Republik Indonesia tentu sudah memahami
bahwa Bekasi adalah salah satu planet di luar Bumi. Warga negara Republik
Indonesia boleh bangga dengan keberadaan Bekasi. Kalau Italia hanya memiliki
San Marino, Republik Indonesia memiliki Bekasi. Jelas sangat beda.
Italia hanya menyediakan sejumput tanah untuk wilayah
negara demokrasi tertua itu yang pernah dihajar Jerman 13-0 saat main bola, di home mereka pula. Artinya Italia hanya menyediakan tempat untuk
negara lain. Sementara Republik Indonesia? Planet cuy, keren lho.
Meskipun demikian, Ama sebenarnya bukan murni Bekasi.
Dalam tubuhnya mengalir deras darah campuran dan sejak lahir beliyo sudah
mengalami masa-masa nomaden. Agak mirip
dengan manusia purba Avril Ramona Lavigne gitu.
Semua manusia tentu sudah mengerti bahwa Avril itu berdarah
Inggris, Skotlandia, Jerman, dan Prancis, tapi lahir di Kanada, kemudian
memulai perjuangan di Amerika Serikat. Avril benar-benar merepresentasikan
bahwa wanita sulit dimengerti, meski kelakuannya ... ya begitulah.
Konon kabarnya, atas dasar tingkat kasih sayang tak
tertahankan instuisi pada musik rock,
Ama mengaku sebagai penggemar adiknya Avril Lavigne. Demi menegaskan
pengakuannya, Ama sampai menyematkan nama keluarga Avril, Lavigne, pada tautan
akun facebook-nya.
Sebagai penambah nuansa rasa, tautan tersebut diimbuhi
dengan edogawa0209, yang sudah bisa dimengerti arahnya. Tentu dapat dimengerti
bahwa ada nuansa rasa Nippon di sana,
negerinya Ayumi Hamasaki yang sering ketuker dengan Rio Hamasaki atas dasar otak
ngeres.
Kelakuan Ama tersebut mirip dengan kelakuan Adi Lukman
Ghofur saja. Mereka juga sama-sama berbadan double suka nguleg
sambel. Tautan tersebut belum pernah diganti seperti user name-nya dulu, Amatullah-v’Kaze RaaZif’.
Ama berhasil mengamankan tautannya meski beliyo kudu
mengganti nama pengguna. Beliyo terpaksa mengganti nama pengguna di akun Facebook dengan nama aslinya pun karena
desakan lingkungan pergaulan. Kala itu Ama disebut lebay dan kekanak-kanakan.
Kelakuan kekanak-kanakan adalah ajaran kuat yang
dihantarkan oleh Park Bom. Tidak ada yang salah dengan kelakuan seperti ini. Pasalnya kelakuan kekanak-kanakan tak menyediakan tempat untuk dendam, cukup sekali meletukpan emosi, mengabaikan perbedaan personalitas
dan identitas demi solidaritas, dsb dst. Park Bom adalah
segalanya.
Kelakuan lebay
berupa mengabadikan nama sahabat juga terus dirawat oleh, antara lain, Ahmad
Dhani Prasetyo dan Andra Junaidi Ramadhan dengan menyusun nama DEWA19. Wajar
jika dua orang ini memilih menanggalkan angka 19 saat Ari kabur dan Once
datang. Pasalnya 19 adalah simbol Ari.
Sebagai penggemar adiknya Avril Lavigne, Ama
juga tak salah menggunakan nama Lavigne sebagai tautan akun Facebook-nya. Kelakuan seperti ini malah
wajar dilakukan.
Yapi Panda Abdiel Tambayong, boleh disebut apa saja
orang ini tapi yang lebih tepat cah
entahlah yang rambutnya mirip Pak Uyu Wahyuddin, pun memiliki kelakuan
seperti ini.
Yapi Tambayong memilih nama Remy Sylado lantaran
dirinya sangat menggandrungi The Beatles. Setelah melalui pertapaan, bertapanya
di atas kasur seperti saya gitu, Yapi
memilih kata Remy Sylado sebagai nama pasaraannya.
Kata Remy Sylado tersebut disusun dari cuplikan alunan
nada dalam And I Love Her-nya The
Beatles. Cuplikan alunan nada tersebut jika diubah menjadi paduan kata penggambar
tangga nada menjadi re-mi-fa-si-la-do.
Demi menyelaraskan dengan kegandrungan Yapi pada
Tingkok, maka kata fa dibuang. Setelah melalui utak-atik sejenak, jadilah nama
Remy Sylado, cah entahlah yang kalau nggarap novel selalu disertai riset kuat.
Kelakuan Remy mirip kayak Avril, punya group tapi lebih suka mengenalkan diri
sebagai soloist. Biar kalau
perbuatannya dianggap bangsat group-nya tidak tercemar bisa terkenal
sendiri. CenAsuWog.
Wajarlah kalau Ama tak boleh disalahkan. Ais, walau
tak jelas cewek atau cowok, kerap bilang kalau cewek nggak pernah salah. Sebuah pernyataan yang tak perlu dibantah.
Bukan karena Ais yang manis itu serem kalau lagi ambeg diri, melainkan
kenyataannya memang seperti itu.
Sebagian manusia, as
apa saja, boleh menyalahkan Hawa yang kerja sama in absentia dengan Iblis. Kerja sama yang mewujud dalam pelaksanaannya
dengan mekso minta pada Adam untuk dipetikkan
buah khuldi.
Sebuah kelakuan yang membuat Hawa beserta pasangan
satu-satunya digusur dari Surga dan ditempatkan di Planet Bumi. Tapi... kalau
Hawa enggak kayak gitu, maka kesepakatan Allah dengan malaikat bahwa manusia
diciptakan untuk menjadi khalifah di
Bumi nggak bakal jalan.
Panah takdirnya sudah seperti itu, biar hari terakhir
di dunia bisa ada. Supaya perkara yang pernah disepakati ditata bersama bisa
terlaksana, perlu mekso berbuat salah
juga.
Hanya saja, saat saya mekso masang tanggal
tertentu lalu bikin sub-judul hot in
between the best damn thing minutes to midnight, tidak ada perkara yang
ditata. Tidak ngepasin milad Solar-nya Sri Mulyani Indrawati.
Tidak juga ngiringi
perilisan album Glory-nya Britney
Spears tersayang. Apalagi ngepasi-pasin di antara milad Lunar-nya Jeffa & milad Solar-nya
Ama yang sama-sama pas jatuh sepekan pada saat itu.
Itu kebetulan saja pas Ama, Jeffa, dan saya sama-sama selo. Persis dengan perjumpaan pertama
Ama dan saya yang kebetulan terjadi tepat seperempat abad Tag der Deutschen Einheit 03 Oktober 2015 silam.
Ciiyyyuuuusssss...... HANYA
KEBETULAN SAJA.
B.Sb.Po.180250.38.181116.19:47
![]() |
Amalisir-v'Kaze RaaZif' — shadow of the day slumber party |