— reflection the great escape
Eny Rochmwati Octaviani (Tata) mengirim pesan pendek ke
ponsel saya ketika saya sedang menonton sinteron Cinta Indah malam hari
20 Oktober 2008 silam.
“Mas, besok kamu mau nggak makan bareng aku dan Leily?”
ungkap Tata memula obrolan melalui SMS malam itu.
Sejak pertemuan pertama kami di rumah Leily Hardianti
Rosiana, Selasa 07 Oktober 2008, Tata memanggil saya dengan tambahan ‘mas’.
Sebelumnya dia biasa menyapa sesuai nama panggilan
saya saja, tanpa embel-embel apapun. Entah siapa yang memulai, Tata atau Leily,
yang jelas sejak saat itu pula keduanya konsisten selalu menyapa saya dengan
sapaan seperti ini.
Saya sendiri lebih suka disapa nama panggilan saja
tanpa perlu diimbuhi ‘mas’. Kesannya ada gap ketika mereka menyapa saya
seperti itu. Tak dimungkiri usia saya lebih tua daripada mereka walakin tak ada
salahnya bukan hanya memanggil nama saja?
Walau demikian, saya biasa saja disapa dengan cara apa
saja yang disukai penyapa. Kalau orang lain merasa nyaman menyapa demikian,
buat apa saya merisaukan? Belakangan Nur Hidayati juga mengikuti mereka meski Hida
dan saya sama-sama kelahiran 1994.
Maklum, Hida turut hadir ketika hubungan Tata, Leily,
dan saya terbilang mapan. Saya tetap menyapa Tata dan Leily seperti biasa,
tanpa embel-embel ‘dek’, seperti halnya saya menyapa Hida.
“Bisa Ta,” jawab saya singkat.
Ketika Tata mengirim pesan pendek itu, bersamaan
dengan pemutaran langgam pengiring sinetron Cinta Indah, Munajat
Cinta dari The Rock, proyek Ahmad Dhani Prasetyo di luar DEWA19.
Tata lalu bilang kalau esok hari saya harus turun
gunung sepulang sekolah. Tak masalah, tak ada agenda apapun hari itu setelah
pulang sekolah. Sebelum berangkat ke sekolah, Ibuk titip barang yang diberikan
pada nenek.
Hari itu sekolah pulang lebih awal, jam 10 pagi.
Bersama Achmad Mufarrichin (Marijan Manchunian) saya langsung main ke rental Play Station dulu di dekat gedung
madrasah. Rental PS yang oleh kami berdua pemiliknya dianggap mirip Sandra Dewi
pemeran utama Cinta Indah.
Kami main selama dua jam berdua dan saya langsung
meluncur ke rumah nenek sendirian setelahnya. Hari itu saya tak membawa ponsel
saya ke sekolah. Ponsel jarang terpakai ketika di sekolah, belum masanya ponsel
merajalela di lingkungan saya. Tak banyak teman-teman membawa ponselnya ketika
sekolah walau mereka sudah memiliki sendiri.
Tak membawa ponsel ke sekolah tidaklah bermasalah bagi
saya. Masalahnya adalah saya ke rumah nenek lebih dulu sebelum pulang ke rumah.
Kebiasaan saya kalau saya ke rumah nenek bisa pulang sampai malam atau minimal
sore hari.
Untung hari itu saya meluncur dari rumah nenek sekitar
pukul setengah tiga. Di tengah asyiknya bercengkerama
dengan nenek, teringat kalau hari itu Tata dan Leily mengajak saya makan
bersama. Tak baik tiba-tiba membatalkan acara yang telah disepakati bersama
meski dengan alasan lupa.
Dengan memacu sepeda motor ala pebalap, saya bisa
sampai di rumah tepat ketika adzan ashar berkumandang. Ibuk saya langsung
menyambut saya di depan pintu dapur.
“Dicari temanmu tu lho, tadi habis ditelepon.” ungkap Ibuk sambil
tersenyum melihat saya yang tampak kesusu.
“Iya buk, lupa bawa HP tadi,” jawab saya sambil melepas helm Takachi kesayangan.
“HP tinggal ditaruh saku tah tas saja ditinggal. Kasihan temannya
kalau mau ngajak pergi.” tanggap Ibuk.
Saya hanya menganggukkan kepala, wanita memang tak
pernah salah, tak perlu dibantah.
Saya dan Ibuk memiliki interaksi intim. Dulu kami
sering terlibat beragam obrolan yang mulai beberapa tahun terakhir jarang kami
lakukan. Usia dan keseharian adalah sebagian penyebabnya walau lebih utama
disebabkan sudah adanya saling mengerti masing-masing.
Belum juga saya melepas sepatu, Ella segera menyapa
saya.
“Ditelepon mbak Tata mas,”
“Iya,” jawab saya sambil melepas sepatu.
Naintina Ella Laily Tsani, adik saya dan kakaknya
Hikmal Rifqi Afiful Lathif, selalu menjadi orang pertama yang menanggapi
panggilan di ponsel saya ketika tak sedang dibawa. Kami pernah bersama
menikmati karya DEWA19 hingga Ratu serta Linkin Park hingga Britney Spears.
Hanya saja belakangan dia malah memandang sebelah mata
karya penghibur Korea Selatan. Padahal 2NE1, grup puan yang saya gandrungi,
kualitasnya bagus juga. Beda dengan adik saya lainnya, yang bisa menikmati 2NE1
secara audio sekalipun. Hanya saja,
Hikmal cowok dan cowok selalu salah.
Langsung saja saya menelepon Tata dan bilang maaf
sekalian bertanya tempatnya.
“Sholat dulu, biar nanti tenang, gak kesusu,”
kata Ibuk.
Saat itu memang sudah masuk waktu sholat ashar. Ibuk
mungkin sudah lelah mengingatkan saya untuk tak buru-buru dan juga tak panik,
dua kebiasaan buruk yang sulit saya hindari meski saya sadari.
Setelah sholat, langsung kembali meluncur dengan gaya
seperti ketika pulang, sok jadi pebalap. Padahal postur tubuh saya saat
itu masih sangat mungil dan motor yang dipakai adalah Yamaha Jupiter Z yang
ringan dengan ukuran cukup besar.
Saya menunggu Tata dan Leily di dekat Gereja dekat
pabrik Polytron. Menunggu mereka di depan gang rumah Leily tak enak, jalan
terlalu ramai dan kurang aman. Nyamper
ke rumah Leily juga tak enak, jalannya sempit dan langsung pergi lagi.
Leily datang memboncengkan Tata. Saat itu Tata belum
bisa mengendarai sepeda motor, baru bisa sepeda onthel sementara Leily
sudah bisa memacu sepeda motor seperti pebalap. Makan siang bersama yang tertunda
akhirnya terlaksana di KFC sebelah
utara Masjid Agung Kudus.
Satu peristiwa lucu yang sempat tertangkap pandangan
saya adalah kegugupan Butcah Chuniez
ketika membayar, kurang Rp 5.000 dan meminta ke Leily. Beruntung Leily
membawanya dan lebih beruntung lagi saya bisa menahan tawa yang bisa merisak
suasana pada sore hari Selasa 21 Oktober 2008.
Menu makannya sama semua, burger. Tata dan Leily duduk di depan saya, Tata di kanan saya dan
Leily di kiri saya. Kami memilih meja sebelah utara karena cukup tertutup.
Leily sudah mulai berjilbab setelah rambut kritingnya di-bonding.
Saat itu nama Hida mulai sering diucapkan mereka. Saat
itu juga menjadi momen terakhir kami bertiga sebelum Hida ikut serta dalam
kebersamaan yang kami jalani, tepat sepuluh hari kemudian.
Untung saya yang makannya selalu cepat tak diimbangi
Tata yang sangat lama. Leily dan saya menghabiskan burger ketika Tata baru habis setengah. Setelah burger saya dan Leily habis Tata tampak
tak berselera makan, mungkin sungkan. Jadi malah tambah lama.
Bagus juga penggemar YoonA ini makannya lama, bisa
memperpanjang kebersamaan. Pasalnya setelah Tata menghabiskan burger-nya, kami langsung berpisah. Sore
itu Leily mengantar Tata ke rumahnya lewat Karang Malang.
“Kayak pebalap,” ungkap Tata yang
mengenakan baju biru dua hari kemudian ketika kami berjumpa bersama Citra dan
Nisa.
Tata dan Leily memiliki hubungan sangat erat sepanjang
saya lihat. Lalu mereka membuka ruang bagi saya untuk turut terlibat dalam
ikatan persahabatan mereka. Diantara kami bertiga, Leily yang paling muda
usianya tapi dia terkesan paling dewasa.
Leily bisa tampil tenang, tak emosional seperti saya
serta tak mudah gugup seperti Tata. Leily juga cenderung pendiam dan tidak
narsis, kosok bali dengan saya. Keduanya saling mengapresiasi kesamaan dan
menghormati perbedaan, baik kepribadian maupun pilihan.
Saya lebih dulu berkenalan dengan Tata daripada Leily.
Malah melalui perantara Tata lah kami bisa saling mengenal. Tapi saya lebih
dulu bertemu dengan Leily, dia bersama Indah saat itu.
Leily juga lebih dulu main ke rumah saya. Dia bisa
tahu rumah saya setelah diantar Hadi Asrori. Rori datang ke rumah tanpa memberi
kabar sebelumnya. Beruntung saya tak pergi jauh dari rumah. Belakangan Rori
mengulanginya saat dia bersama Tata ke rumah saya, 2011 silam, masa 2NE1 sedang
jaya-jayanya.
Sayang saat itu Leily datang ramai-ramai dengan
teman-temannya beserta pasangan mereka. Sayang memang lantaran belum saya kenal
seluruhnya. Hanya Ristiana dan Indah (Indah sepupu Hida, bukan Indah tetangga
Leily) saja yang sebelumnya sempat saya dengar nama mereka.
Beberapa tahun kemudian ketika saya di Bandung,
masa-masa sesudah interaksi kami sempat terhenti, Leily menjadi orang pertama
yang saya hubungi. Kami berkomunikasi melalui Facebook.
Hingga saat itu, akun Facebook Leily tak pernah
ganti, masih yang dulu, seperti punya Hida. Hanya saja beberapa waktu lalu
Leily sempat membuat akun baru. Tata sempat empat kali membuat akun Facebook.
Melalui Facebook-lah interaksi kami
yang sempat terputus kembali tersambungkan.
![]() |
| Into the New World — reflection the great escape |

